Tepat lima tahun lalu, pada tanggal 28 November 2016, telah lahir Dewan Peternak Rakyat Nasional (Depernas) di Jakarta. Depernas merupakan tuntutan sejarah yang diakibatkan oleh adanya kondisi marjinalisasi usaha peternakan rakyat. Pada momen itu, para tokoh dari 17 organisasi peternak rakyat, mendeklarasikan bahwa pada setiap tanggal 28 November akan diperingati sebagai hari peternak rakyat nasional.
Deklarasi dilakukan di hadapan wakil-wakil rakyat dan pimpinan komisi IV DPR RI selepas kongres, merupakan penerjemahan dari kondisi proses liberalisasi ekonomi dengan mengabaikan keadilan dan kepentingan peternak rakyat. Hal ini tampak jelas, sejak nomenklatur peternakan rakyat tidak lagi tercantum dalam UU No. 18/2009 Jo. UU No. 41/2014 tentang peternakan dan kesehatan hewan, nasib dan masa depan peternakan rakyat kian suram. Lebih-lebih pemerintah dalam roadmap pembangunan peternakan sapi di Indonesia menyatakan bahwa di tahun 2045, usaha peternakan rakyat sapi potong akan menyusut tajam hanya tinggal 20 % saja. Saat ini, jumlah peternakan rakyat menguasai sekitar 98 % untuk sapi potong.
Hari Peternak Rakyat
Hari Peternak Rakyat Nasional sangat penting dipublikasikan, karena kegiatan ini dapat dijadikan tonggak perjuangan dan momentum bagi peternak rakyat memperoleh hak-haknya sebagai warga negara untuk tetap bisa hidup berdampingan dengan industri peternakan. Sesungguhnya, hari peternak rakyat nasional dapat pula digunakan sebagai momentum perubahan yang harus dilakukan. Pasalnya, di era milenial saat ini pola usaha tradisional, skala kecil dan subsisten dengan sendirinya akan menghadapi kendala yang sangat serius. Lihat saja, sejarah telah membuktikan bahwa di beberapa Negara maju, ternyata populasi ternak semakin meningkat sementara jumlah peternaknya semakin menurun. Selain itu, di era teknologi digital saat ini tampak bahwa usaha yang dilakukan masyarakat secara konvensional akan bergeser mengikuti perkembangan sains dan teknologi digital. Misalnya, tumbuhnya industri transportasi dan perdagangan secara daring mencirikan dimulainya bisnis berbasis digital/daring di negeri ini bahkan di seluruh dunia.
Menghadapi era milenial yang tengah terjadi, bagaimana Negara menyikapi perubahan yang akan menimpa sebagian besar masyarakat peternak di perdesaan. Kita ketahui bersama ternyata kondisi peternakan rakyat mulai menghadapi masalah secara drastis. Misalnya; dalam bidang usaha ternak ayam ras, dominasi industri yang menguasai usaha dari hulu sampai hilir. Tidak lagi memberikan ruang bagi kehidupan peternak rakyat. Pada usaha ternak ternak sapi potong, peternak rakyat semakin tersisih karena kebijakan impor daging sapi yang mengabaikan kepentingan peternak rakyat. Pada peternakan sapi perah, impor susu semakin membesar dari sekitar 50% kini menjadi sekitar 80 %. Hal ini merupakan wujud kurangnya perhatian negara dalam melindungi dan atau memberdayakan peternak sapi perah rakyat. Demikian juga usaha peternakan lain seperti kambing, domba dan unggas lokal pun belum memperoleh perhatian yang selayaknya dari Negara.
Peran Depernas
Di era transisi yaitu proses terjadinya perubahan inovasi teknologi digital saat ini, peran Depernas sebagai lembaga yang mewadahi berkumpulnya peternak rakyat menjadi strategis. Pasalnya adalah karena kepentingannya bagi pemerintah yang mewakili Negara, maupun masyarakat peternakan agar dapat melalui era transisi ini dengan selamat, tanpa adanya dampak negatif sebagai akibat terjadinya anomali. Hal ini disadari bahwa para teknopreueneur industri peternakan, telah terperangkap dalam pola pikir industrialisasi membangun peternakan nasional hanya berbasis skala usaha ekonomi. Sementara faktanya, peternakan rakyat tumbuh selama berabad-abad di tengah kearifan budayanya. Jika hal ini tidak ditata dan dikendalikan secara serius, dikhawatirkan terjadi dampak negatif akibat cepatnya perubahan sistem membangun peternakan yang a simetris tersebut.
Mengantisipasi cepatnya perubahan teknologi informasi, dimana peternakan rakyat pun akan turut berubah menjadi suatu usaha peternakan yang berorientasi ekonomi, namun yang tidak lagi tradisional dan subsiten. Oleh karena itu, jajaran Depernas harus mampu menjembatani dan menyiapkan diri dalam beberapa hal sebagai berikut : pertama, melakukan sosialisasi intensif, dengan mendekatkan sistem finansial teknologi (Fintech) pada usaha peternakan rakyat. Hal ini disebabkan bahwa modal dan teknologi merupakan prasyarat bagi tumbuh kembangnya usaha ternak yang bersifat tradisional dan subsisten. Kedua, dalam meningkatkan daya saing produk, peternakan rakyat menjadi penting melakukan kemitraan dengan para pengusaha industri peternakan. Hal ini, dimaksudkan agar terjadi transfer teknologi, pengetahuan usaha dan jaminan pasar. Pasalnya, pola Corporate farming yang kini dicanangkan pemerintah akan mewarnai kegiatan usahatani yang efektif dan efisien. Ketiga, alih perankan peternakan rakyat sebagai roda ekonomi perdesaan dalam mengelola komoditi peternakan. Sebagaimana, produk unggulan kawasan perdesaan yang telah dicanangkan oleh pemerintah.
Berdasarkan hal tersebut, peran Depernas dalam memperingati hari peternakan nasional akan sangat menentukan bentuk peternakan rakyat di era milenium saat ini. Tentunya peternakan rakyat yang bercirikan inovatif terhadap sain dan teknologi digital, efisien dalam berusaha dengan produknya yang berdaya saing….. semoga
Bahan Pendukung:
Rumusan Dan Rekomendasi Hasil Kongres Nasional Peternak Rakyat