PETFOOD DAN FEED SAFETY KEWENANGAN SIAPA ?

Mursyid Ma'sum

Dr. Ir. Mursyid Ma’sum, M.Agr.
Direktur Pakan Ternak Periode 2010-2015

Sengaja judul ini diangkat, mumpung suasananya lagi “hangat” bicara masalah kewenangan sebagian dari urusan peternakan dan kesehatan hewan, yaitu Inseminasi Buatan (IB) dan Pemeriksaan Kebuntingan (PKB). Lalu, untuk urusan Petfood dan Feed safety ini kewenangan siapa? Juga Feed additive dan Feed supplement.

Direktorat Pakan sudah jelas tidak mengurusi “pangan” untuk hewan kesayangan (petfood). Sedangkan nomenklatur feed safety (keamanan pakan) sudah tertera dalam UU No 18 Tahun 2004 jo. UU No. 41 Tahun 2014 dalam BAB 1 Ketentuan Umum Pasal 1, nomor 2 tentang yang dimaksud: “Kesehatan Hewan adalah segala urusan yang berkaitan dengan perawatan hewan, pengobatan hewan, pelayanan kesehatan hewan, pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan, penolakan penyakit, medik reproduksi, medik konservasi, obat hewan dan peralatan kesehatan hewan, serta keamanan pakan”.

Dalam struktur organisasi Direktorat Pakan Ternak tahun 2010-2015, dalam Subdit Bahan Pakan, terdapat dua seksi, yaitu Bahan Pakan Asal Hewan (BPAH) dan Bahan Pakan Asal Tumbuhan (BPAT). Untuk mengurusi Bahan Pakan Asal Hewan, pejabatnya diserahkan pada Dokter Hewan; sedangkan untuk Bahan Pakan Asal Tumbuhan ditangani oleh sarjana Peternakan, dengan harapan lebih sesuai dengan kewenangannya.

Akhir tahun 2014, dilakukan evaluasi organisasi Direktorat Pakan Ternak, ternyata beban kerja (workload) Seksi BPAH tidak sebanding dengan beban kerja Seksi BPAT. Dengan kata lain, seksi BPAH tidak banyak kegiatan yang bisa dilakukan. Sementara, Seksi BPAT, mengurus jagung saja sudah menyita banyak waktu, belum lagi Bungkil Kedelai dan bahan pakan lain yang jumlahnya puluhan jenis. Di lain sisi, masalah produksi (penyediaan) bahan pakan, baik bahan pakan asal hewan maupun asal tumbuhan dan pengembangannya tidak terurus secara optimal. Maka, salah satu perubahan penting dari hasil evaluasi organisasi Direktorat Pakan Ternak, selain nomenklatur direktoratnya berubah menjadi Direktorat Pakan (tanpa “Ternak”), juga nomenklatur seksi di bawah Subdit Bahan Pakan berubah menjadi Seksi Produksi Bahan Pakan dan Seksi Pengembangan Bahan Pakan. Jadi, yang ditekankan adalah pada fungsinya, yaitu produksi dan pengemangan bahan pakan; bukan komoditasnya.

Tulisan singkat ini dimaksudkan untuk menguraikan lebih lanjut masalah-masalah di atas dengan tujuan dapat memetakan urusan-urusan tersebut menjadi lebih jelas, domainnya siapa, sehingga terlihat dengan jelas juga, siapa yang memiliki kewenangan untuk mengerjakan urusan tersebut.

Petfood
Kata food di belakang pet, setidaknya menunjukkan dua hal, yaitu (1) bahwa hewan kesayangan mempunyai kedudukan “disetarakan” dengan manusia. Oleh karena itu, ia tidak layak diberi “pakan”, tapi harus diberi “pangan”, dan (2) Food tidak sama dengan “feed”. Oleh karena itu, Direktorat Pakan tidak menangani urusan food (pangan) untuk pet.animal. Lebih jauh, petfood, ditengarai lebih banyak mengandung unsur bahan pakan asal hewan dibanding asal tumbuhan; juga, pada dasarnya, hewan kesayangan, seperti anjing dan kucing, adalah jenis carnifora (hewan pemakan daging).

Sejauh pengetahuan penulis, sebagian besar petfood yang banyak dijual di petshop, berasal dari impor dan di Indonesia hanya dilakukan repacking menjadi ukuran kecil antara setengah sampai satu kilogram. Siapa yang berwenang mengurusi petfood dan segala yang terkait dengannya ini, seperti produksinya, pengembangannya, distribusinya, pengawasan mutu dan keamanannya, sejauh ini penulis tidak melihat ada pihak yang melakukannya. Setidaknya, Direktorat Pakan tidak melakukannya.

Dari aspek kesehatannya, sudah pasti hewan kesayangan ini masuk domain kewenangan Medik Veteriner dan Paramedik Veteriner. Dari aspek “pakan”nya (petfood), dari uraian di atas seyogyanya dilakukan oleh Medik Veteriner atau Paramadik Veteriner. Namun, apakah hal ini sudah diakomodir dalam Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan, serta sejauh mana hal ini di atur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan turunannya, seperti Perturan Menteri misalnya, penulis sudah lama tidak mengikuti perkembangannya.

Keamanan Pakan (Feed safety)
Memperhatikan apa yang dimaksud dengan “Kesehatan Hewan” dalam UU No 18 Tahun 2004 jo. UU No. 41 Tahun 2014 dalam BAB 1, Ketentuan Umum Pasal 1, nomor 2 sebagaimana dikutip sebelumnya, agak “aneh” ketika membaca pengertian Kesehatan Hewan ini tiba-tiba muncul kata “keamanan pakan” di akhir kalimat tersebut. Terasa “aneh” karena kata terakhir ini (keamanan pakan) tidak paralel dan agak “di luar konteks”dari semua kata-kata sebelumnya. Silahkan dibaca ulang pengertian Kesehatan Hewan di atas, untuk bisa merasa keganjilan ini. Dengan kata lain, urusan “keamanan pakan” ini “agak dipaksakan” masuk dalam urusan kesehatan hewan.

Dalam UU No 18 Tahun 2004 jo. UU No. 41 Tahun 2014 urusan pakan terdapat dalam Bab III, Bagian Kesatu, Pasal 6, yaitu terkait dengan “lahan penggembalaan”; dan Bab IV, Bagian Kedua, Pasal 19 s/d Pasal 23 terkait dengan “pakan”. Yang dimaksud “Pakan” dalam UU No 18 Tahun 2004 jo. UU No. 41 Tahun 2014 dalam BAB 1 Ketentuan Umum Pasal 1, nomor 22: “Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi dan berkembang biak”; dan nomor 23: “Bahan Pakan adalah bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan atau bahan lainnya yang layak dipergunakan sebagai pakan, baik yang telah diolah maupun yang belum diolah”.

Dalam Pasal 21 disebutkan bahwa ”Menteri menetapkan batas tertinggi kandungan bahan pencemar fisik, kimia dan biologis pada pakan dan/atau bahan pakan. Pasal ini konteksnya adlah bicara masalah keamanan pakan. Oleh karena itu, pasal inilah, secara yang secara legal mendasari masalah keamanan pakan adalah kewenangan Direktorat Pakan.

Secara sintaksis, nomenklatur ”keamanan pakan” terdiri kata dua kata, ”pakan” sebagai esensi (inti/pokok); dan ”keamanan” sebagai atribusi (sifat/tambahan). Artinya, dalam kontek pakan, tidak ada artinya kata ”keamanan” tanpa digabung dengan kata ”pakan”. Dengan kata lain, kata ”keamanan” secara terpisah bisa dimaknai secara umum. Bisa diurus oleh polisi atau security, bukan oleh Medik Veteriner ataupun Paramedik Veteriner. Sedang kata ”pakan” sudah jelas definisinya dan domainnya. Sebagaimana di sebutkan dalam UU PKH di atas, adalah domain Direktorat Pakan. Begitu juga untuk feed additive dan feed supplement, analog dengan uraian nomenklatur feed safety.

Pakan dapat dibedakan dari bahan penyusunnya atau dari komoditas ternaknya. Seperti pakan hijauan, pakan konsentrat, complete feed, pakan ruminansia, pakan non ruminansia, pakan unggas dan lain-lain. Melihat formula pakannya, misal pakan unggas (ayam), maka bahan pakannya 90% terdiri dari asal tumbuhan atau hasil olahannya; hanya sekitar 5% dari bahan asal hewan. Begitu juga untuk ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan domba) hampir 100% berupa hijauan. Konsentrat hanya diberikan untuk tujuan tertentu saja. Itu pun hampir 100% terdiri dari bahan asal tumbuhan.

Keamanan pakan mengindikasikan bahwa ”pakan atau bahan pakan harus bebas dari cemaran”. Cemaran sendiri, dikatergorikan menjadi tiga, yaitu cemaran fisik, cemaran kimia, dan cemaran biologik (Pasal 21 UU No. 18 Tahun 2009 jo UU No. 41 Tahun 2014). Apakah pakan ini harus diurusi oleh Medik Veteriner dan Paramedik Veteriner, walau hanya aspek keamanannya? Untuk cemaran biologi mungkin ya, mungkin tidak. Bagaimana dengan cemaran fisik dan kimia, apakah profesi lain tidak mampu atau tidak boleh mengurusi?

Dari uraian tentang Keamanan Pakan di atas, sangat jelas, bahwa obyek yang diawasi keamanannya sebagian besar adalah berasal dari tumbuhan atau hasil olahannya. Begitu juga ”agent” yang menyebabkan pakan tersebut tercemar (sehingga dianggap tidak aman) adalah berupa fisik (seperti pasir, cangkang, logam, atau benda-benda asing lainnya), kimia (residu penggunaan herbsida, pestisida atapun polutan dan lain-lain), dan/atau biologik (aflatoksin dan lain-lain). Artinya, hanya sebagian kecil jika keamanan pakan ini menjadi ranah kompetensi Medik Veteriner ataupun Paramedik Veteriner.

Jika boleh disimpulkan, penulis mengusulkan untuk disepakati: (1) Petfood harus ada yang mengurusi dan masuk menjadi bagian kewenangan Direktorat Kesehatan Hewan atau Kesmavet, termasuk keamanannya dan hal-hal terkait lainnya, seperti produksi, distribusi, mutu dan pengembangannya; (2) Urusan keamanan pakan secara fungsional selama ini telah diurus/dilaksanakan oleh Direktorat Pakan (sesuai Pasal 21). Oleh karena itu, kata ”keamanan pakan” dalam pengertian Kesehatan Hewan ”harus dibatasi” sebagai keamanan pakan Petfood; (3) untuk urusan feed additive dan feed supplement seyogyanya diurus oleh Direktorat Pakan, berdasarkan uraian di atas (analog keamanan pakan). Namun selama ini telah diurus/ dilaksanakan oleh Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner.
Mari, kita diskusikan lebih lanjut!

   Bekasi, 28 Februari 2020       

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *