SUSU KENTAL MANIS SALAH KAPRAH MASYARAKAT

Disusun oleh : M. Chairul Arifin

Baru saja kita peringati 1 Juni sebagai Hari Susu Internasional sekaligus Hari Susu Nusantara. Selain itu ada pemberitaan tentang pemakaian antibiotika yang tidak tepat pada broiler yang dapat memunculkan bakteri kebal obat di daging ayam. Disini tidak akan dipermasalahkan konsumsi susu yang masih rendah dan konsumsi daging ayam yang relatif murah sebagai sumber protein hewani tetapi lebih kepada masyarakat yang literasi gizinya telah kita sama-sama kita tahu masih perlu ditingkatkan.

Konsumsi susu masyarakat perkapita pertahunnya belum beranjak dari angka 16,25 kg. Walaupun konsumsi susu dari berbagai varian susu yang ada mencapai 16,25 kg per kapita pertahunnya. Namun angka ini masih tergolong rendah di antara sesama negara Asean. Singapura 46,8 kg, Malaysia 36,2 kg, Thailand 33,7 kg, Myanmar 26,7 kg dan Brunei top mencapai 129 kg perkapita per tahun.

Fakta lapangan

Kita tidak mempermasalahkan konsumsi produk susu Indonesia tersebut, melainkan melihat fakta di lapangan yang membuat kita mengernyitkan dahi dan membuat miris hati kita yaitu dengan diketemukannya fakta bahwa hampir sebagian besar ibu-ibu kita yang memiliki anak² Balita terutama yang tinggal di pedesaan mengatakan bahwa produk Susu Kental Manis dalam sachet atau kaleng itu adalah susu . Ibu-ibu itu ternyata mengetahui dari berbagai iklan di TV dan mas media cetak. Paling tidak ini diyakini oleh 97% di Kendari dan 78% di Batam, sebut ketua Yayasan Abhipraja Insan Cendekia (YAIC) yang telah melakukan surveinya bekerja sama dengan Yayasan Peduli Negeri Makassar dan STIKES Ibn Sina di Batam. Lebih parah lagi dia menyebutkan bahwa 28,96% responden menganggap Susu Kental Manis (SKM) itu adalah susu pertumbuhan. Nauzubillah min dzalik !

Jadi dapat disimpulkan bahwa telah terjadi kekeliruan persepsi di masyarakat menganggapnya sebagai susu dan sebagian diantaranya malah menganggap sebagai susu pertumbuhan untuk anak balitanya. Hal ini tentu akibat kurangnya literasi gizi pada masyarakat. Literasi gizi harus didorong sampai ke pelosok pedesaan untuk dapat tahu konsumsi makanan yang seimbang secara terus menerus dan sistematis sehingga masyarakat tidak menjadi bosan dengan kampanye gizi.

Seperti diketahui SKM itu adalah produk susu berbentuk cairan kental yang diperoleh dengan menghilangkan air dari susu dan campuran susu dengan gula hingga mencapai kekentalan tertentu atau merupakan hasil rekonstitusi susu bubuk dengan penambahan gula dengan bahan penambah yang lain.

Susu Sebenarnya

Sedangkan yang dimaksud susu sebenarnya adalah cairan yang diperoleh dari ternak perah sehat dengan cara pemerahan yang benar, terus menerus dan tidak dikurangi sesuatu dan/atau ditambah ke dalamnya sesuatu bahan lain. Lebih lanjut menurut peraturan tersebut bahwa susu segar adalah cairan putih yang berasal dari kelenjar ambing sapi, kambing atau domba sehat dan bersih yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar yang kandungan alaminya tidak ditambah atau dikurangi sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun dengan pH antara 6,4-6,8.

Namun sesuai dengan kebutuhan usaha masyarakat maka susu segar tersebut dapat diolah dengan tehnologi tinggi antara lain susu evaporasi dengan menghilangkan kadar airnya sekitar 40% ; susu pasteurisasi yaitu susu yang dipanaskan di bawah 100⁰C dengan tujuan membunuh microorganisme patogen ; Susu Pasteurisasi High Temperatur Short Time (SHTS) yaitu susu yg dipanaskan dengan suhu 72-75⁰C selama15 detik ; Susu Pasteurisasi Low Temperatur Long Time ( LTLT) yaitu susu yg dipanaskan dengan suhu 63,5-65⁰C selama 30 menit.

Adapun SKM adalah Susu Kondensasi yaitu susu yang kandungan airnya banyak dan ditambahkan banyak gula untuk menambah tekstur kekentalannya atau bahan tambahan lainnya.

Akibatnya SKM itu bukan produk yang steril karena pengawetnya tergantung pada kandungan gula yang tinggi. Bentuk tekstur yang kental karena kandungan gula yang tinggi sebenarnya lebih cocok sebagai topping kue-kue dan campuran pemanis untuk teh atau kopi. Kandungan gula yang tinggi itu ditunjukkan oleh Kandungan Gizi sebagai mana tertera di kalengnya yaitu kandungan karbohidrat dan gula yang tinggi serta protein yang rendah yang berbeda dengan susu pasteurisasi menyebabkan SKM itu dapat menimbulkan kegemukan (obesitas). Rasanya yang manis dan enak itu menyebabkan SKM favorit bagi para ibu untuk memberikan “susu” pada anak-anaknya, apalagi dipandangnya anaknya tambah gemuk.

Walaupun BPOM telah menegaskan bahwa SKM itu bukan dan tidak cocok untuk balita tetapi masyarakat itu telah terlanjur mempersepsikan sebagai susu dan sebagian telah menganggap malah sebagai susu pertumbuhan.

Karbohidrat itu adalah molekul gula yang berpengaruh pada peningkatan insulin gula darah yang dapat meningkatkan produksi lemak tubuh. Sehingga BPOM melarang iklan iklan yang menyertakan anak kecil pada berbagai mass media.

Dampak Kedepan

Cukup menghawatirkan penggunaan SKM pada anak-anak kita. Mereka memang nampak gemuk tapi sangat rentan kena diabetes mellitus yg dapat memicu timbulnya aneka penyakit seperti jantung dan hipertensi. Bahkan menurut Riskesdas 2018 ( Riset Kesehatan Dasar) Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa prevalensi penyakit tak menular seperti diabetes mellitus, stroke, hipertensi dan gagal ginjal makin meningkat serta diikuti pula dengan peningkatan kegemukan (obesitas).

Dalam tahun 2030 akan terjadi puncak bonus demografi. Kalau usia produktif ini makin tidak memperhatikan gaya hidup yg tidak sehat dengan mengkonsumsi gula yg terlalu banyak, maka dikhawatirkan bonus demografi dapat menjadi bencana demografi. Bonus kita lewatkan begitu saja.

Literasi gizi perlu terus dikembangkan. Jangan sampai di tingkat ibu-ibu berhenti pada SKM itu merupakan susu pertumbuhan dan bapak² banyak mengkonsumsi STMJ yg gurih dan menyengat tenggorokan kita karena SKM. Masih tersedia empon -empon untuk meningkatkan imunitas.

Depok, Juli 2021
M.. Chairul Arifin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *