#RuminantCybrary, I (3), 06 Januari 2022
Feed intake (FI) atau konsumsi pakan adalah salah satu penentu utama produksi ternak. Mengapa? Karena dengan mengetahui berapa total jumlah pakan yang dikonsumsi oleh setiap ekor ternak per hari akan dapat dikalkulasikan jumlah zat gizi (karbohidrat, lemak, protein, mineral, dan vitamin) yang diperlukan telah masuk ke dalam tubuhnya. Kuantitas FI ini tidak sama untuk setiap ternak. Hal ini berkaitan dengan faktor internal dan eksternal ternak. Faktor dimaksud antara lain adalah jenis atau bangsa ternak, jenis kelamin, umur, fase produksi dan reproduksi, sehat atau sakit, bentuk dan jenis pakan, cara dipabrikasi pakannya, kondisi lingkungannya (faktor iklim), hama dan parasit.
Secara sederhana, FI biasanya diukur dengan menimbang jumlah bahan pakan yang disajikan dikurangi dengan jumlah bahan pakan yang tersisa. Selisih itulah yang menjadi jumlah yang dikonsumsinya.
Ketika seseorang melakukan penelitian ilmiah, maka jumlah FI dinyatakan dalam satuan kg bahan kering (BK)/ekor/hari. BK adalah massa atau material yang sebenarnya dari pakan setelah kandungan airnya secara total diuapkan. Hal ini biasanya dilakukan dengan mengambil secuil (1-2g) terokan pakan kemudian dikeringkan/diovenkan (vacum oven: 100⁰C selama 5-jam) di laboratorium (lebih teknis topik ini akan dibahas secara khusus pd edisi selanjutnya).
Mungkin para pembaca bertanya, berapa kira-kira patokan kita sajikan bahan pakan agar terpenuhi kebutuhan ternak? Baik secara praktis maupun teoretis, FI dapat diramal ( role of tumb ) adalah 10% dari bobot hidup (kg) ternak. Misalnya seekor sapi bali jantan berbobot 300 kg, maka jumlah bahan segar pakan (as fed) yang harus disajikan adalah sebanyak 30 kg.
Ketika kita menyediakan pakan sebaiknya tetap tersedia disekitar atau di hadapan ternak itu sehingga kapan saja mereka membutuhkan akan selalu ada. Karena FI berfluktuasi setiap saat (kadang banyak/sedikit), maka sebaiknya jml yang disajikan sebaiknya dilebihkan sejumlah 10-15% dari jumlah patokan tadi. Sepuluh persen (10%) dari bobot segar itu sesungguhnya berasal dari pengalaman yang terekam secara konstan dan dari perakiraan kebutuhan yang dihitung dalam BK.
Kebutuhan BK setiap ternak ruminansia bervariasi antara 2-4% (rata-rata 3%) dari bobot badan. Dari bobot badan 300 kg, maka membutuhkan BK sebanyak 9,0kg (3% x 300 kg). Jumlah 9,0 kg BK ini jika dikoversikan ke bobot segar, dihitung dengan mengalikan persentase BK (hasil analisis proksimat) dari bahan pakan yang akan dipilih sebagai diet dan/atau penyusun ransum. Misalnya disajikan rumput gajah ( Pennisetum purpurium, Napiergrass) yang mempunyai kadar BK sebanyak 31% (Kearl, 1982), maka jumlah bobot segar yang harus disajikan sebanyak 29,03kg (100/31 x 9,0 kg).
Jika dari tanaman jagung muda yang BKnya 18%, maka jumlah jagung dalam bobot segar sebanyak 50,0kg. Pada kalkulasi ini persentasenya di balik (31% menjadi 100/31) karena dikonversikan ke bobot segar. Kadar airnya bahan itu adalah 69% (kadar air = 100 – 31). Role of tumb yang dijelaskan sebelumnya adalah estimasi dari ragam bobot segar yang diberikan. Dalam kasus dua bahan itu (rumput gajah dan jagung muda) maka perakiraan persentase sajian segar yang dikonversikan dari BK akan menjadi 13,19% (9,7%-29,0%).
Dengan mengetahui total FI per hari/per ekor, maka para peternak, pengusaha pabrik ransum, dll. akan dapat memprediksi jumlah bahan pakan yang harus disediakan atau dibeli untuk pabrikasi ransum sesuai dengan jumlah, jenis, dan masa waktu pemeliharaannya. Selain itu, FI dapat pula dijadikan sebagai salah satu indikator apakah ternak yang dipelihara itu sakit atau sehat, tumbuhkembang atau tidak, dan meramal produksi susu atau dagingnya. Ternak yang sehat akan makan secara normal dan akan tumbuhkembang secara normal pula.
Untuk ruminansia yang digembalakan pengukuran FI melalui pendekatan dengan menggunakan marka (eksternal dan internal) dari pakan atau ataut bahan kimia. Juga dapat dengan metode timbang. Selisih bobot ternak sebelum dan sesudah digembalakan. Di samping itu, FI juga dapat diprediksi dengan mengukur ingestive behaviour (intake rate, total waktu merumput, kapasitas senggutan, dll. (Suhubdy, 2002). Secara rinci tentang hal ini lebih lanjut akan didiskusikan pada edisi lanjutan.
Singkatnya, FI adalah salah satu indikator yang sangat mudah diukur untuk memahami produktivitas ternak. FI juga dapat dipakai untuk memahami fenologi tanaman rerumputan dan dinamika padang rumput. FI dan dinamika alir zat gizi dari tanah ke tanaman dan pola makan ruminansia adalah ladang riset yang prosfektif untuk dilakukan dalam rangka memahami dinamika agroekosistem peternakan ruminansia berbasis padang gembala. Dengan demikian, mengukur FI adalah aktivitas esensial dan penting dalam membudidayakan ruminansia dan/atau ternak lainnya. Semoga catatan singkat ini bermanfaat.