Permentan No.3 Tahun 2019 mengenai Pelayanan Jasa Medik Veteriner bagi Kalangan Sarjana Peternakan merupakan pembatasan ruang lingkup kerja Sarjana Peternakan. Oleh karenanya, Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) melakukan Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (Puslitangnak) Bogor pada hari Jumat (22/3).
Didiek Purwanto selaku Ketua Umum PB ISPI pada sambutannya mengatakan, terima kasih atas dukungan dan atensinya terhadap kebijakan yang telah ditetapkan. Ini semua merupakan langkah baik dalam upaya membangun peternakan Indonesia yang lebih baik.
Suyadi selaku Dewan Pertimbangan Organisasi (DPO) PB ISPI dan juga Dekan FaPet Universitas Brawijaya menyebutkan pada dasarnya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 3 tahun 2019 adalah merupakan penjabaran dan upaya untuk mengatur pelaksanaan Pasal 75 PP nomor 3 tahun 2017 tentang Otoritas Veteriner.
Sedangkan PP nomor 3 tahun 2017 tentang Otoritas Veteriner merupakan peraturan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 68E dan Pasal 75 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Dengan demikian, lanjut Suyadi, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 3 tahun 2019 tidak boleh menyelisihi peraturan di atasnya yaitu PP nomor 3 tahun 2017, UU nomor 18 tahun 2019 dan UU nomor 41 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Untuk melakukan pengkritisan mengenai hal tersebut di atas perlu diuraikan dan dirinci mengenai pasal-pasal dan/atau ayat-ayat yang menjadi kewajiban dan kewenangan profesi yang bersangkutan yaitu Profesi Dokter Hewan.
Sementara Muladno Ketua Dewan Pakar PB ISPI yang juga menjadi pembicara mengatakan, Permen ini eksklusif untuk profesi di bidang kesehatan hewan, dengan pelakunya harus berlatar belakang pendidikan kedokteran hewan, serta perbedaan kewenangan yang jelas.
Posisi profesi jasa pelayan reproduksi (yang bukan berlatar belakang pendidikan kedokteran hewan) perlu dipertegas kewenangan dan persyaratannya. Ini dapat digunakan sebagai contoh yang baik dalam menyusun kewenangan profesi insinyur profesi peternakan di masa depan.
“Bahwa di Kab Bogor dan Papua tidak adanya dokter hewan sebagai medic veteriner dalam permentan no 3, maka harus segera dibicarakan secara hukum, karena akan banyak sanksi.”
Ini bahasa hukum, kata Muladno, untuk menyelamatkan Negara, dengan Permentan No.3 sangat tidak professional dengan pemerintah yang menerbitkan juga tidak professional.
Muladno menyarankan, ISPI harus segera melakukan Kongres Luar Biasa. Bergerak secara moral, lembaga yang tidak bisa diformalkan. Mengganti nama ISPI supaya memiliki kekuatan hukum untuk mengkritisi hasil hukum yang tidak sesuai. IT & Media ISPI