Menengok Bahan Baku Industri Pakan Ternak di Pasar Global
Oleh : Paulus Setiabudi, Ph.D
Indonesia merupakan negara dengan populasi penduduk terbesar ke-4 di dunia, harapannya industri pakan ternak bisa menduduki posisi 9 besar negara Asia bahkan dalam peringkat 25 besar di dunia.
Pangan baik dari hasil pertanian,
hortikultura, peternakan dan perikanan pasti selalu dibutuhkan oleh
manusia yang diperkirakan populasinya sudah lebih dari 7 miliar jwa.
Sekitar 62% dari total manusia yang tinggal di bumi, mereka tersebar di
Asia. Tentu dengan meningkatnya jumlah penduduk, populasi hewan ternak,
dan produk pertanian maka semakin banyak juga pangan dan pakan yang
dibutuhkan. Padahal hasil pertanian dan hortikultura terkendala lahan
tanam yang makin berkurang dan cuaca ekstrem, pemanasan global, hingga
berbagai bencana alam sehingga diperkirakan harga pangan bagi manusia
dan harga pakan bagi ternak akan semakin naik akibat dampak hukum
ekonomi suplai dan kebutuhan.
Konsumsi hasil ternak
Berdasarkan data tahun 2018 dari OECD-FAO Agricultural Outlook 2018-2027, menyebutkan bahwa konsumsi daging unggas beberapa negara seperti Israel 58,5; Amerika Serikat 49,8; Malaysia 46,7; Australia 43,9; Brasil 40,6; Argentina 40,4; Saudi Arabia 40,0; Selandia Baru 37,4; Chile 36,1; dan Afrika Selatan 36,1 (kg/kapita/tahun).
Selain itu, masih dari sumber yang sama, untuk 10 negara konsumen daging unggas terbesar di dunia antara lain Tiongkok 19,0; Amerika Serikat 18,0 ; Uni Eropa 14,0; Brasil 8,9; Rusia 5,5; Meksiko 4,1; India 3,2; Jepang 2,4; Afrika Selatan 2,3; dan Iran 2,1 (juta ton). Sedangkan untuk Indonesia, diperkirakan untuk konsumsi daging unggasnya sekitar 4 juta ton.
Besarnya konsumsi per kapita dan 10 negara konsumen daging unggas terbesar di dunia tergantung pada besarnya pendapatan masyarakat, tingkat pendidikan, serta populasi penduduk dari negara-negara tersebut.
Perkembangan pakan ternak di dunia
Tahun 2019 merupakan tahun yang banyak gejolak di industri pakan, di
samping peningkatan produksi pakan unggas yang cukup baik namun terjadi
penurunan pakan babi akibat wabah ASF African Swine Fever yang sangat
ganas dan merebak di lebih dari 20 negara termasuk Indonesia terutama di
Sumatra Utara.
Negara yang paling parah yang terkena wabah ASF yakni Tiongkok dan Vietnam, sehingga terjadi pemusnahan jutaan babi di kedua negara tersebut. Akibatnya, Tiongkok mengimpor banyak daging babi dari Brasil dan Amerika Serikat serta daging ayam untuk mensubstitusi kekurangan daging babi. Dampak dari ASF tentu menurunkan persentase pertumbuhan produksi pakan dunia. Mengutip pemberitaan dari Watt Feed eNews, menurut hasil Alltech Global Feed Survey, produksi pakan dunia mengalami penurunan 1,07% atau turun sekitar 9,8 juta ton pada tahun 2019.
Merujuk ulang pada data majalah Feed
Strategy edisi Juni 2018 pada artikel World Feed Panorama yang ditulis
Chris Wright, jumlah pakan ternak produksi pabrik di dunia tahun 2017
sebesar 910 juta ton yang meningkat 2% dari 893,2 juta ton pada tahun
2016. Produksi di regional Asia Pasifik sebesar 34%, Amerika Latin 6%,
Timur Tengah dan Afrika 7%, Amerika Utara 22%, Eropa dan Rusia 21%.
Produksi pakan di negara Uni Eropa tumbuh 0,2% pada tahun 2017 atau
sebesar 156,7 juta ton. Kontribusi pakan ruminansia naik 1% menjadi
22,5% dan aquafeed tumbuh 0,5% menjadi 4,5%, pakan unggas turun 1%
menjadi 46,5%, sedangkan pakan babi juga turun 0,5% menjadi 26,5% dari
total pasar, aquafeed terus tumbuh di seluruh dunia, pakan unggas justru
turun akibat HPAI demikian juga penyakit pada babi.
Pakan ternak secara global tahun 2018 masih meningkat sekitar 2%, dengan
total produksi sekitar 920 juta ton (tahun 2019 menunggu data terbaru
majalah Feed Strategy). Posisi produsen pakan terbesar di dunia tahun
2019 diprediksi masih tetap dipegang oleh Amerika Serikat yang pangsa
pasarnya di Amerika Utara (Amerika Serikat dan Kanada). Pangsa pasar
kawasan ini lebih besar dari pangsa pasar Eropa dan Rusia. Produsen
pakan terbesar kedua yakni Tiongkok yang merupakan negara penghasil babi
serta konsumen babi terbesar di dunia. Posisi ketiga Amerika Latin yang
bertahan sekitar 16% dari total produksi pakan dunia. Brasil mewakili
kawasan Amerika Latin sebagai negara produsen pakan terbesar ketiga di
dunia dan sebagai eksportir ayam terbesar di dunia. Sedangkan untuk
Indonesia sendiri, menurut Ketua Umum Gabungan Perusahaan Makanan Ternak
(GPMT), Desianto Budi Utomo, Ph.D, menyebutkan untuk produksi pakan
nasional pada tahun 2019 sekitar 19,5 juta ton dan diprediksi pada tahun
2020 sekitar 20,6 juta ton.
Bahan pakan utama pakan ternak secara global
Bahan pakan utama untuk pakan ternak terutama unggas dan babi adalah
jagung dan bungkil kedelai, selain meat and bone meal atau fish meal
sebagai sumber protein hewani untuk pakan di beberapa negara serta rice
bran dan wheat bran atau berbagai biji-bijian tergantung pada situasi
dan kondisi hasil pertanian negara tersebut.
Menurut data www.indexmundi.com, sepuluh negara besar produsen jagung
dunia tahun 2017 adalah Amerika Serikat 381,7 juta; Tiongkok 254 juta;
Brasil 101 juta; Uni Eropa 64,2 juta; Argentina 49 juta; Ukrania 33
juta; India 29 juta; Meksiko 27 juta; Kanada 15,4 juta; dan Afrika
Selatan 14 juta (ton), sedangkan Indonesia masih dari sumber yang sama
menyebutkan bahwa produksinya mencapai 28,9 juta ton, sehingga yang
menjadi pertanyaan banyak orang kenapa harga jagung lokal lebih mahal
serta tidak termasuk dalam daftar 10 besar negara produsen jagung dunia.
Data perbandingan lain, menurut www.worldofcorn.com (Pioneer Dupont
Incorporation), negara penghasil jagung terbesar tahun 2017 adalah
Amerika Serikat 408,9 juta; Tiongkok 233,3 juta; Brasil 91,935 juta;
Argentina 38,7 juta; dan Ukraina 28,7 juta (ton).
Selain jagung yang digunakan sebagai bahan pakan untuk pakan ternak,
bungkil kedelai juga merupakan bahan pakan penyusunnya. Menurut data
FAO, produksi biji kedelai dari 20 negara tahun 2017 yakni Amerika
Serikat 119,5 juta; Brasil 114,5 juta; Argentina 54,9 juta; Tiongkok
13,1 juta; India 10,9 juta; Paraguay 10,4 juta; Kanada 7,7 juta;
Ukraina 3,8 juta; Rusia 3,6 juta; Bolivia 3,0 juta; Afrika Selatan 1,3
juta; Uruguay 1,3 juta; Italia 1,0 juta; Nigeria 730 ribu; Indonesia
542 ribu; Serbia 461 ribu; Meksiko 433 ribu; Romania 416 ribu; Prancis
412 ribu; dan Zambia 352 ribu (ton).
Bungkil kedelai yang biasanya hanya menjadi limbah sisa pembuatan minyak
kedelai merupakan bahan pakan yang banyak digunakan pada industri pakan
ternak. Menurut Ioannis Mavromichalis, Ph.D, yang merupakan Animal
Nutrition Industry Consultant, mengatakan bahwa sebanyak 31,2 juta ton
soybean meal (SBM)/bungkil kedelai digunakan pada periode tahun
2017-2018. Soybean meal merupakan sumber utama protein bagi hewan
monogastrics (unggas dan babi). Sebanyak 48% digunakan untuk membuat
pakan broiler, 9% untuk layer, dan 7% untuk kalkun, sehingga secara
total 64% SBM/bungkil kedelai digunakan untuk pakan unggas.
Selain bungkil kedelai, sunflower seed/biji bunga matahari juga banyak
digunakan untuk bahan membuat pakan ternak. Menurut Efstratia Papanikou,
Ph.D, seorang konsultan bahan baku pakan, sunflower seed merupakan
salah satu bahan pakan sebagai sumber protein dan fiber yang bagus,
mengandung 42% oil, 16% crude protein, 27% fiber, sehingga sunflower
seed sangat bagus sebagai salah satu bahan pakan ternak, kandungan
protein dan fibernya tergantung pada pengolahan biji bunga matahari
tersebut.
Berdasarkan data FAO pada tahun 2017, negara penghasil sunflower
seed/biji bunga matahari antara lain Ukraina 12,2 juta; Rusia 10,4 juta;
Argentina 3,5 juta; Romania 2,9 juta; Tiongkok 2,5 juta; Bulgaria 2,0
juta; Turki 1,9 juta; Hongaria 1,893; Prancis 1,6 juta; Amerika Serikat
984 ribu; Tanzania 930 ribu; Kazakhstan 903 ribu; Afrika Selatan 874
ribu; Spanyol 842 ribu; Moldova 804 ribu; Serbia 541 ribu; Myanmar 260
ribu; Uganda 245 ribu; Italia 244 ribu; Yunani 221 ribu (ton). Dari data
tersebut Indonesia tidak masuk 20 besar negara di dunia penghasil
sunflower seed.
Gambaran tahun 2020
Bayangan kelesuan ekonomi global dan persoalan geopolitik serta berbagai
penyakit tentu berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Investasi di sektor
riil pasti juga melambat terlebih di industri pakan ternak yang pada
tahun 2018-2019 sudah banyak perusahaan melakukan peningkatan kapasitas
terpasang.
Indonesia merupakan negara dengan populasi
penduduk terbesar ke-4 di dunia, tentu berharap industri pakan bisa
menduduki posisi 9 besar negara Asia bahkan dalam peringkat 25 besar di
dunia. Oleh karena itu, hasil pertanian untuk tanaman pangan serta pakan
ternak harus ditingkatkan agar bisa mengurangi ketergantungan impor
bahan pakan, sehingga bisa menghemat devisa, sebab persaingan permintaan
di pasar global terus meningkat.
Seandainya bahan pakan utama seperti jagung, SBM, dan MBM bisa dicukupi
secara swadaya dan harganya bisa lebih rendah, serta harga DOC broiler
sekitar Rp5.000 per ekor, maka biaya pokok produksi (BPP) broiler bisa
ditekan, sehingga BPP broiler hanya sekitar Rp14.000-15.000 per
kilogramnya. Semoga pengandaian ini bisa terwujud, sebab sudah beberapa
tahun terakhir ini para peternak broiler mengeluh bahwa harga ayam di
bawah biaya produksi yang mengakibatkan mereka merugi. *Staf Ahli majalah Poultry Indonesia, pengamat perunggasan, dan pengajar Global Marketing Management.
Lebih lengkap, silahkan simak di Majalah Poultry Indonesia Edisi terbaru Maret 2020 hal 22 sd 23 pada kolom Sudut kandang SEKJEN PB ISPI