Pasca pelarangan AGP dalam Industri Unggas

Untuk menghasilkan produksi daging dan telur ayam, faktor keamanan pangan menjadi hal yang harus diperhartikan. Pasca pelarangan penggunaan antibiotic growth promotor (AGP) dalam industri unggas, kondisi budidaya unggas saat ini tertantang untuk bisa meningkatkan efisiensi produksi dan menjaga keamanan pangan produk hasil unggas, dengan tanpa menggunakan AGP. Hal itu dengan membawa konsekuensi ayam mudah sakit, performa menurun, dan keseragaman ayam berkurang. 

Hal itu dikemukakan oleh Joko Susilo, Pengurus Gabungan Organisasi Peternak Unggas Nusantara (GOPAN) dalam Seminar Nasional ISPI Evaluasi Pasca Pelarangan AGP di Industri Unggas di Jakarta (6/7). Untuk mengantisipasi hal itu, Joko memaparkan beberapa langkah yang perlu dilakukan, antara lain istirahat kandang yang cukup, sanitasi dan biosekuriti kandang yang terprogram dengan baik, manajemen brooding yang ketat, ventilasi udara yang baik, menjaga ketersediaan dan kualitas air untuk ayam, serta pemilihan pakan dan DOC yang berkualitas baik. “Untuk menghasilkan produksi unggas yang bagus tanpa menggunakan AGP, maka performa harus dijaga, dengan melaksanakan biosekuriti, sanitasi dan istirahat yang cukup. Kualitas pakan dan DOC menjadi pertimbangan tersendiri,” tandas Joko Susilo.

Ketua Umum Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) Prof Dr  Ali Agus menambahakan, alternatif pengganti AGP harus segera dikembangkan yang terbaik untuk dapat mengoptimalkan performa produksi ayam. Dalam hal ini, para ahli nutrisi diharapkan dapat berpatisipasi aktif dan kreatif dalam memberikan solusi atas hal ini. Pengembangan bahan tambahan pakan yang multi manfaat dengan berbahan baku lokal, menjadi peluang dan sekaligus tantangan untuk menjadi alternatid pewngganti AGP.

Dr. Chavalit Piriyabenjawat, Technical Service Manager Evonik Singapura mengatakan, probiotik menjadi salah satu alternatif pengganti AGP yang dapat diandalkan. Probiotik didefinisikan pada tahun 2001 oleh FAO dan WHO sebagai organisme yang memberi manfaat kesehatan pada hewan. Probiotik menjadi alternatif AGP karena kini semakin banyak ahli nutrisi yang mendalami dan mengidentifikasi organisme probiotik yang menguntungkan. Kemampuannya untuk tetap bertahan dan mendapatkan peran khusus di dalam usus unggas, menjadi kelebihan tersendiri organisme ini. Selain itu, pertumbuhan bakteri patogen dapat dalam usus unggas juga dapat ditekan oleh probiotik, melalui quorum sensing, dengan menghasilkan metabolisme sekunder, asam laktat dan asam lemak rantai pendek lainnya.

Country Director Elanco Animal Health Suaedi Sunanto menandaskan, dalam hal pelarangan penggunaan AGP di industri unggas, pihak industri, para ahli nutrisi dan pakan, serta dokter hewan perlu menetapkan prosedur untuk memasukkan praktik terbaik dalam manajemen, nutrisi, vaksinasi, sanitasi, peternakan, biosekuriti dan alat-alat lain untuk mengurangi kebutuhan akan antibiotik. 

Dalam hal penggunaan alternatif AGP, enzim bisa menjadi pilihan yang tepat. Suaedi memaparkan tentang riset yang dilakukan dengan menggunakan enzim fl-mannanase pada pakan unggas untuk mengukur efeknya terhadap performa dan kekebalan unggas. Hasil riset menunjukkan, penambahan fl-mannanase meningkat secara signifikan pada berat akhir, laju pertumbuhan spesifik, serta rasio konversi pakan (FCR). Riset juga menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata terhadap asupan pakan (feed intake) dan tingkat kematian. Suplementasi fl-mannanase juga ternyata dapat meningkatkan aktivitas amilase dan tripsin di usus. Dari riset itu, dapat disimpulkan bahwa “Penambahan fl-mannanase pada pakan dapat meningkatkan pemanfaatan pakan dan kekebalan non-spesifik, sehingga menghasilkan peningkatan performa unggas yang dipelihara,” kata Suaedi Sunanto.  sumber: poultry | editor: david

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *