Oleh : Gito Haryanto
(Pengawas Bibit Ternak Ahli Muda, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan)
Investasi usaha agribisnis komoditas ternak kambing dan domba (kado) di Indonesia mempunyai prospek yang sangat besar, mengingat dalam 10 tahun mendatang akan ada minimal sekitar 5 juta kepala keluarga muslim yang masing-masing kepala keluarga akan menyembelih satu ekor ternak kambing ataupun domba untuk kurban. Potensi kebutuhan kambing dan domba untuk akikah juga besar, jika merujuk kelahiran anak minimal 500 ribu orang per tahun dengan kebutuhan satu ekor untuk setiap anak perempuan dan dua ekor untuk anak laki-laki untuk akikah.
Kebutuhan kedua, ketika lebaran haji atau hari raya kurban, setiap tahun Jamaah Haji Indonesia memerlukan kambing dan domba sekitar 2,5 juta ekor untuk keperluan membayar dam atau untuk kurban para jama’ah haji. Selain itu, umat muslim di Indonesia yang tidak melaksanakan haji juga melakukan penyembelihan hewan kurban yang antara lain berupa ternak kambing dan domba. Kebutuhan ini juga tidak sedikit. Kebutuhan ketiga yang tidak kalah penting adalah untuk life style masyarakat Indonesia dengan kuliner yang sangat terkenal, yaitu sate kambing dan domba. Untuk kebutuhan ini, setiap hari akan disembelih kambing dan domba tidak kurang dari 600 ribu ekor.
Usaha ternak kambing memiliki peluang cukup menjanjikan karena ketiga kebutuhan tersebut diatas yang saat ini Indonesia masih jatuh bangun dalam penyediaannya. Peluang tambahan yang cukup menjanjikan juga adalah adanya permintaan impor dari negara-negara Uni Eropa dalam jumlah yang tidak sedikit baik kambing hidup maupun produk-produk olahan dari kambing dan domba. Saat ini Indonesia belum mampu memenuhi permintaan tersebut karena rendahnya ketersediaan kambing dan domba di Indonesia.
Profil usaha ternak kado di sektor usaha primer (hulu-on farm) menunjukkan bahwa usaha tersebut memberikan keuntungan yang relatif baik, masing-masing dengan nilai BCR sebesar 1,17 untuk usaha pengembangbiakan dan 1,39 untuk usaha pembesaran dan penggemukan. Biaya operasional per bulan Rp 1.000.000 x 10 = Rp 10.000.000,-. Jadi, keuntungannya selama 10 bulan pemeliharaan adalah Rp 25.000.000 – Rp 10.000.000,- = Rp 15.000.000,-. Estimasi harga ini dapat meningkat saat permintaan kambing tinggi, misalnya pada saat Idul Adha. Keuntungan didapat dari selisih harga beli Rp 800.000 per ekor untuk domba berumur 5-6 bulan dengan berat 18 kilogram (kg dan akan dijual saat umur 8-9 bulan dengan selisih harga Rp 1.150.000 per ekor dengan berat maksimal 25 kg.
Ada banyak keuntungan dengan berternak kambing dan domba, yaitu populasi dapat berkembang cepat, daya adaptasi baik dan mudah, sudah memasyarakat dan akhir-akhir ini berkembang pesat, sangat produktif, daging dan susunya memiliki nilai ekonomis dan gizi yang tinggi dan produk sampingannya juga menguntungkan.
Masyarakat Indonesia memiliki potensi pengembangan ternak kado, yaitu (1) Saat ini peternak tradisional kado masih mendominasi kepemilikan ternak kado di Indonesia, termasuk di dalamnya supply anakan, (2) Manusia atau peternak di Indonesia sudah sangat lazim beternak kado, (3) Indonesia memiliki luas daratan 1,9 juta km² dan merupakan negara dengan daratan terbesar nomor 15 di dunia, (4) Konsumsi daging kado di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Konsumsi kambing dan domba di Indonesia dalam Idul Kurban mencapai 1 juta ekor setiap tahunnya dan (5) Tahun 2020 tercatat jumlah populasi ternak kado di Indonesia mencapai 18 juta ekor menurut Ditjen PKH, Kementerian Pertanian.
Mengingat besarnya potensi pengembangan kado, diperlukan dukungan investasi dalam pengembangan usaha agribisnis kado baik dari pemerintah, swasta maupun masyarakat/komunitas peternak. Investasi tersebut meliputi aspek: (1) Pelayanan kesehatan hewan, (2) Dukungan penyediaan bibit (pejantan) unggul dan induk berkualitas, (3) Kegiatan penelitian, pengkajian dan pengembangan yang terkait dengan aspek pakan dan manajemen pemeliharaan, (4) Pengembangan kelembagaan untuk mempercepat arus informasi, pemasaran, promosi, permodalan, (5) Penyediaan infrastruktur untuk memudahkan arus barang input-output serta pemasaran produk, (6) Ketersediaan laboratorium keswan, pakan dan reproduksi serta (7) Penyiapan lahan usaha peternakan dan penetapan tata ruang agar pengembangan ternak tidak terganggu oleh masalah keswan, sosial, hukum dan lingkungan.
Secara mandiri swasta dapat bergerak di sektor hulu (usaha penyediaan calon induk, penyediaan pejantan, penyediaan semen beku, pabrik pakan mini dll) dan di sektor hilir (RPH, industri pengolahan daging, susu, kulit, kompos dll) yang dapat memberikan nilai tambah (added value) dan margin yang besar. Usaha ternak budi daya kambing/domba oleh swasta dapat dilakukan melalui pendekatan pola kemitraan, yaitu peternak menghasilkan bakalan dan inti dapat membeli bakalan dari peternak untuk digemukkan atau langsung dipasarkan. Variasi dari pola kemitraan dan investasi dalam pengembangan kado sistem integrasi mungkin cukup beragam dan dapat disesuaikan dengan kondisi setempat.
Dalam kemitraan, inti dapat berperan untuk mensuplai indukan unggul siap kawin, membangun industri breeding, training centre teknologi pakan dan pemeliharaan domba, menyiapkan permodalan, off taker hasil breeding domba plasma, membangun industri pasca panen berkelanjutan, jaminan pemasaran dan produk turunan.
Sasaran pengembangan investasi usaha kado dalam 10 tahun mendatang ditujukan untuk menambah produksi sampai 5 juta ekor/tahun, yang berarti diperlukan penambahan populasi induk sedikitnya 4 juta ekor, untuk menghasilkan anakan 6 juta ekor/tahun, yang akan berdampak pada penambahan populasi sekitar 10 juta ekor. Bila rata-rata harga kado sekitar Rp. 1,5 juta/ekor, maka total investasi yang diperlukan sekitar Rp. 6 Triliun. Bila diasumsikan pemerintah akan berinvestasi sebesar 1,38 Triliun (23 persen), masyarakat sebesar 3,78 Triliun (63 persen), maka investasi swasta yang dibutuhkan sedikitnya sekitar Rp. 0,84 Triliun (14 persen). Angka-angka ini belum memperhitungkan bila sebagian ternak kado ditujukan untuk menghasilkan susu. Investasi masyarakat sebagian besar berasal dari pemanfaatan aset yang telah dimiliki, atau sumber pendanaan baru yang berasal dari lembaga keuangan, bantuan pemerintah, kerjasama dengan swasta (inti) atau bantuan keluarga/kelompok.
Usaha-ternak kado akan mampu menciptakan lapangan kerja baru, baik peluang untuk menjadi peternak mandiri maupun lowongan pekerjaan yang terlibat pada sektor hulu dan hilir. Bila ada penambahan populasi sekitar 12 juta ekor, sedikitnya akan mendorong penciptaan lapangan kerja baru untuk satu juta orang di pedesaan maupun di kawasan industri pendukung (wilayah potensi).
Investasi penyediaan bibit unggul misalnya, baik untuk calon induk maupun pejantan adalah sangat strategis, karena saat ini praktis belum ada pihak yang tertarik. Pusat pembibitan ternak milik pemerintah yang sudah ada memiliki keterbatasan dan belum mampu untuk merespon perkembangan permintaan yang terjadi di masyarakat. Namun ke depan kegiatan ini justru harus dilakukan oleh swasta atau peternak kecil yang maju. Investasi untuk usaha ini dapat dimulai dengan skala sedang yaitu populasi 200-500 ekor untuk kemudian dikembangkan menjadi usaha yang besar. Investasi yang diperlukan usaha ini sedikitnya sekitar Rp. 0,5-1 milyar, tidak termasuk kebutuhan lahan. Diharapkan usaha ini dapat dikembangkan di kawasan perkebunan yang memang sudah tersedia bahan pakan yang memadai sehingga ada jaminan pakan. Sementara itu investasi sektor penunjang lainnya yaitu untuk pabrik pakan, pabrik obat, pabrik kompos, pabrik pengolahan susu, dll., dapat disesuaikan dengan kapasitas yang diperlukan, yang bernilai setara dengan nilai investasi pada ternak lainnya.
Terdapat beberapa hal yang harus diantisipasi oleh para investor kambing dan domba untuk dapat mensukseskan investasinya antara lain adalah (i) supply stakeholder, jaminan konsistensi supply dan harga, (ii) perlunya kontrol terhadap rumpun Unggul, (iii) pola pemeliharaan ternak monoton dan tidak efisien, (iv) perlunya penerapan teknologi pakan, breeding dan pemeliharaan, (v) perlu jaminan keamanan investasi usaha di bidang peternakan dan transaksi antar negara, dan (vi) antisipasi pemotongan kado betina produktif untuk pemenuhan kebutuhan daging.
Dengan teridentifikasi kebutuhan-kebutuhan tersebut, jika para investor dapat mengatasi dengan solusi-solusi, maka menjadi peluang tambahan tersendiri. Diantaranya perlu diciptakan Industri Peternakan yang kondusif, membangun 4 komponen utama industri peternakan: kualitas & kuantitas bakalan, teknologi pemeliharaan & pakan, kompetensi peternak, akses pasar, dan industrialisasi ternak domba berbasis kerakyatan.
Dukungan kebijakan investasi perlu menyertakan peternak sebagai end user dan pada akhirnya memberikan titik terang dalam pemberdayaan peternak dan peningkatan kesejahteraan, disamping penambahan devisa dari ekspor bila pasar ekspor ke negara-negara luar dapat dimanfaatkan. Untuk mendukung pembangunan/revitalisasi pertanian peternakan dan menciptakan iklim investasi guna pengembangan dan peningkatan mutu ternak kado, diperlukan berbagai kebijakan, antara lain: (a) penyederhanaan prosedur dan persyaratan untuk investasi usaha pengembangan peternakan kado; (b) penyediaan skema kredit yang sesuai misal pembayaran saat panen atau bagi hasil dan (c) penyediaan informasi (harga dan teknologi).
*Artikel sudah pernah diterbitkan pada Buletin Fokus Hilir
Artikelnya keren pak.
Saya yang baca jadi penasaran investasi ternak kambing
salam
Luki
PT Tenaga Kerja Kompeten Indonesia