Pembangunan Peternakan Sapi

Rochadi Tawaf
Komite Pendayagunaan Petani dan Pakar PB ISPI

Pascaramadan dan Idulfitri merupakan momentum yang baik untuk melakukan evaluasi terhadap pembangunan peternakan, khususnya komoditi ternak sapi. Pasalnya, komoditi ini selalu menjadi trending topic  lantaran fluktuasi harganya yang sangat tajam. Fenomena ini, selalu terjadi berulang setiap tahun. Apa sesungguhnya faktor penyebab utama fenomena ini?

Ahli ekonomi pertanian, Bustanul Arifin (2021) menyatakan bahwa kini subsektor peternakan sedang mengalami ujian yang sangat berat. Revolusi peternakan (baca sapi) tumbang berdasarkan atas fenomena yang terjadi. Tatkala permintaan akan daging meningkat tajam yaitu 6,4% sedangkan kemampuan produksinya sangat rendah, hanya 1,3%.

Akibatnya kebutuhan daging sapi setiap tahun harus dipenuhi dari Impor. Kesenjangan ini terus melebar dari tahun ke tahun. Dampaknya, telah terjadi gejolak harga setiap tahun.

Dalam kasus ini, pemerintah selalu mengatasinya dengan kebijakan importasi daging sapi/kerbau. Pasalnya, kebijakan intervensi ini dalam jangka pendek sangat mujarab, tetapi hanya sesaat. Hal ini, karena perencanaan pembangunan tidak dipatuhi sesuai dengan asumsi yang dibuatnya.

Lemahnya perencanaan, dilanggarnya asumsinya dalam konsep tersebut, menyebabkan  terjadinya gejolak harga daging sapi yang selalu berulang. Dengan kata lain, gejolak harga daging merupakanindikasi lemahnya perencanaan pembangunan peternakan.

Kontra produktif

Bustanul Arifin (2021) menilai, bahwa revolusi peternakan hampir tumbang lantaran tumbuh negatif 0,33%, sementara pertanian tumbuh positif 1,75%.

Apabila ditelusuri, penyebab tumbangnya revolusi peternakan (indikasi pada ternak sapi), bermuara pada kebijakan kontra produktif. Kebijakan tersebut, pertama, larangan  penggunaan hormon pertumbuhan pada usaha ternak sapi potong tertera dalam UU 41/2014  pasal 22,  ayat 4C.

Kedua, kebijakan yang menyangkut lama pemeliharaan penggemukan sapi potong minimal 120 hari, (UU 41/2014 tentang PKH, pasal 36B, ayat 5). Ketiga, kebijakan mengenai perubahan pendekatan pembangunan dari produksi kepada harga daging sapi (Permendag 699/2013).

Keempat, kebijakan perubahan berat badan pada impor sapi bakalan dari 350 kg menjadi 450 kg (Permentan 49/ 2016 ke Permentan 2/ 2017 pasal 15).

Kelima, kebijakan membebaskan impor daging dan sapi (Permentan No 17/2016 dan 34/2016 serta Permendag 59/2016). Keenam, kebijakan membuka impor dari negara yang belum bebas PMK (PP 4/2016 dan SK Mentan No.2556/2016).

Ketujuh, kebijakan rasio impor sapi bakalan dengan indukan (Permentan 02/2017 pasal 7).

Dampak dari berbagai kebijakan tersebut, telah terjadi de-industrialisasi pada usaha penggemukan. Berdasarkan hasil analisis, ternyata di negeri ini telah dan akan kehilangan kegiatan ekonomi yang berasal dari nilai tambah industri feedlot sekitar Rp. 16,4 triliun pertahun, dan dari impor sapi bakalan senilai Rp. 35 triliun.

Jumlah tersebut berasal dari omzet bisnis 14 perusahaan feedlot senilai Rp. 2,3 T yang sudah tidak berusaha, dan 29 Feedlot senilai Rp. 14,1 T menunju kebangkrutan.

Selain itu, sekitar 20.000 orang akan kehilangan pekerjaannya, berkurangnya ketersediaan pupuk kandang, dan pendapatan petani lokal Rp. 6,3 triliun.

Data tersebut, belum menghitung kerugian ekonomi masyarakat akibat keterkaitan bisnis ini  terhadap 120 sektor perekonomian (ke hulu dan hilir).

Membangun Lagi

Membangun kembali peternakan sapi, dapat dilakukan melalui kegiatan startegis. Pertama, stop distribusi daging kerbau untuk masyarakat (di pasar tradisional). Daging kerbau hanya diperuntukan bagi industri processing daging.

Industri ini, memerlukan bahan baku yang murah harganya agar berdaya saing. Pasalnya, importasi daging kerbau berdampak negatif terhadap pengembangan peternak sapi di dalam negeri (Daud, 2019). Selain itu, tujuan importasi daging kerbau untuk menurunkan harga daging sapi tidak pernah tercapai.

Kedua, harmonisasi kebijakan pembangunan peternakan sapi, khususnya beberapa kebijakan yang sifatnya kontra produktif terhadap pembangunan peternakan. Misalnya, kebijakan larangan penggunaan hormon pertumbuhan bagi sapi. Sementara itu, kita melakukan importasi dari negera-negara yang meggunakan hormon.

Ketiga, kebijakan mengekspor hasil ikutan pertanian (boleh di eksport jika kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi), misalnya hasil ikutan industri kelapa sawit.

Keempat, pemerintah jangan lagi mengandalkan Peternakan rakyat untuk melakukan kegiatan usaha pembiakan secara nasional. Kebijakan ini perlu dire-orientasi. Bahwa kegiatan pembiakan merupakan tugas pemerintah yang diserahkan kepada korporasi, dengan memanfaatkan lahan bekas tambang dan integrasi usaha Sapi–Sawit.

kebijakan ini, akan mengubah arah pengembangan peternakan sapi secara nasional. Dimana penyediaan sapi bakalan dilakukan oleh korporasi yang lebih menjamin keberhasilannya ketimbang dilakukan oleh peternakan rakyat. Akibat kebijakan ini, akan mengubah pula arah wilayah pengembangan dari sentra-sentra konvensional yang selama ini diandalkan (Jawa, Bali, NTB, NTT) ke wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua, serta pulau-pulau kosong yang terjamin ketersediaan pakannya.

Kelima, fasilitasi alternatif importasi sapi bakalan dari beberapa Negara, sesuai dengan protokol kesehatan OIE.

Keenam, selama ini kebijakan pemerintah mengenai pengembangan sapi sawit dikeluarkan oleh kementrian yang diawali oleh kementrian BUMN (eranya Dahlan Iskan) dan kementrian pertanian. Namun, semuanya tidak berjalan.

Oleh karena itu diperlukan kebijakan yang ditetapkan oleh presiden, berupa keputusan/peraturan presiden. Semoga.

Artikel ini pernah dimuat di Pikiran Rakyat

One thought on “Pembangunan Peternakan Sapi

  1. Prinsipnya saya setuju sekali dengan opini Pak Rochadi. Namun ada hal yg minor utk ditambahkan. Point 3. Larangan export hasil ikutan pertanian, diikuti dg fasilitasi pengembangan Industri pakan pada wilayah sentra baru pengembangan sapi potong. Point 4. Peternakan Rakyat lbh digalakkan utk usaha penggemukan (Fatening), dg skala usaha ekonomi. Pola kemitraan dg koorporasi dapat dipertimbangkan utk mendukung peternakan sapi potong rakyat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *