Indonesia sebagai Negara kepulauan yang terdiri dari 17.504 pulau terletak di khatulistiwa, memiliki keunggulan komparatif bagi pengembangan sapi pedaging. Negeri ini berpenduduk sekitar 270 juta orang sekaligus merupakan konsumen daging sapi yang sangat potensial. Selain itu, sebagai Negara agraris, Indonesia menghasilkan banyak produksi pertanian dan hasil ikutannya sebagai keunggulan komparatif yang dapat dimanfaatkan sumber bahan baku pakan bagi industri peternakan sapi pedaging.
Sebagai negara berkembang yang sedang bertumbuh, pendapatan perkapitanya sekitar USD 3,870.00 konsumsi dagingnya baru mencapai 2,6 Kg/kapita/tahun. Konsumsi ini masih sangat rendah, bila dibandingkan dengan konsumsi daging sapi Negara-negara di ASEAN. Menurut para ahli bahwa Elastisitas pendapatan atas permintaan daging sapi nilainya E>1,2. Artinya semakin meningkat pendapatan masyarakat, maka konsumsinya akan semakin meningkat. Selain itu, di Indonesia daging sapi merupakan komoditi strategis berdasarkan hasil penelitian IRSA (2009) bahwa komoditi daging sapi memiliki keterkaitan terhadap 120 sektor ekonomi ke hulu maupun ke hilir. Memiliki angka pengganda output tertinggi pada 175 sektor lainnya. Berdasarkan kajian tersebut, industrialisasi sapi pedaging di Indonesia memiliki masa depan yang cerah.
Berdasarkan analisis permintaan dan penawaran atas daging sapi, bahwa pertumbuhan konsumsinya meningkat 6,4% sementara kemampuan produksinya hanya 1,3% pertahun (Qasa, 2019). Artinya, pengembangan produksi peternakan sapi pedaging dalam negeri sangat terbuka. Menurut BPS (2021) populasi sapi di Indonesia berjumlah 17.466.792 ekor, yang terdiri sapi-sapi domestik (Bos sondaicus). Sapi-sapi tersebut, dikelola oleh 98% peternak rakyat dan korporasi 2%. Berdasarkan prognosa pemerintah pada tahun 2020 – 2021, telah terjadi peningkatan permintaan akan daging sapi sekitar 11,76 % sementara kemampuan penawaran daging domestik, peningkatannya hanya 0,82%. Sehingga untuk memenuhinya diperlukan importasi daging dan sapi hidup dari Negara lain.
Perspektif pengembangan industri sapi pedaging masih sangat terbuka, untuk memenuhi kebutuhan permintaan daging sapi nasional tersebut. Selama ini, sebagai sentra pengembangan sapi berpusat di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara. Beberapa pulau besar lain sebagai sentra pengembangan perkebunan sawit sekitar 6,1 juta hektar (Ditjen Perkebunan 2019) dan lahan pasca tambang batubara sekitar 5,1 juta hektar (Dariah dkk 2010) berada di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua masih belum digarap secara intensif bagi pengembangan sapi pedaging. Selain hal itu, alternatif pengembangannya dapat dilakukan pada pulau kosong di Provinsi Maluku dan Papua yang belum termanfaatkan bagi pengembangan peternakan sapi pedaging.
Berdasarkan pada target pemerintah bahwa pada tahun 2045 Indonesia menjadi lumbung ternak Asia, maka kesimpulan dan rekomendasinya adalah sebagai berikut :
- Untuk merealisasikan tujuan pemerintah dalam pengembangan sapi pedaging, diperlukan intervensi inovasi teknologi produksi dan investasi permodalan.
- Perspektif industri sapi pedaging dapat dilakukan melalui pengembangan industri sapi potong berbasis integrasi perkebunan kelapa sawit dengan usaha peternakan (Sapi sawit), pemanfaatan lahan pasca tambang dan pengembangan industri peternakan di pulau-pulau kosong.
- Program pengembangan sapi potong secara intensif untuk menghasilkan daging sapi berkualitas masih terus dilakukan di Jawa dan Nusa Tenggara
Kata Kunci : beef cattle industry, development, keunggulan komparatif
Pemaparan disampaikan dalam International Conference on Livestock in Tropical Environment. Materi dapat diunduh di sini dan tayang ulang dapat disaksikan pada laman https://iclite.id
Saya ada minat untuk buka usaha peternakan sapi. Saya sudah menanam rumput gajah 15 ha . Apa mungkin memelihara sapi 300 ekor.
Saya ada minat untuk buka usaha peternakan sapi. Saya sudah menanam rumput gajah 15 ha . Apa mungkin memelihara sapi 300 ekor.
Saya bukan Insinyur Pertanian. Apa boleh mendapat kartu ISPI.harusnya tidak.