Pulau Karantina : Menunggu Kepastian

Oleh : Teguh Boediyana (Penulis adalah Ketua Umum Komite Pendayagunaan Pertanian)

Mungkin didorong oleh keinginan yang besar untuk mengatasi masalah impor daging sapi dan mengacu pada pasal  36 D UU No. 41 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 18 tahun 2009, Presiden Jokowi dalam rapat terbatas tanggal 6 Juni 2017  tentang evaluasi  Pelaksanaan Program Strategis Nasional (PSN)  menegaskan,   bahwa pembangunan  Pulau Karantina Sapi tetap dilaksanakan. Seperti  yang  tersebut dalam  Laporan Kajian Investasi  Pembangunan  Pulau Karantina Sapi Indukan dari Balitbang Kementerian  Pertanian,  penegasan Presiden Jokowi ditindaklanjuti dengan dilayangkannya surat dari  Mensekab kepada Menteri Pertanian agar  melakukan Kajian Cost and Benefit Analysis  ( CBA) Pembangunan Pulau Karantina.  Dalam proses lebih lanjut akhirnya Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian ditugaskan  membuat justifikasi penyusunan  CBA.

Pada tahun 2018, kajian  pembangunan Pulau Karantina yang dilaksanakan oleh beberapa ahli dari Badan Litbang Kementerian Pertanian  telah selesai. Hasilnya antara lain analisis finansial operasionalisasi  Pulau Karantina dan Matrik Rencana Tindak Kajian Investasi  Pembangunan Pulau Karantina  Sapi Indukan dan tindak lanjut dalam membangun Pulau Karantina.

Pulau Karantina, secara khusus  untuk melakukan tindak karantina bagi sapi indukan yang dimasukkan dari zona yang bebas Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)  dari Negara yang statusnya tertular PMK. Seperti telah dimaklumi bersama, bahwa PMK merupakan penyakit  hewan yang paling berbahaya  dan disebabkan oleh virus yang menyerang hewan berkuku genap seperti sapi, kerbau, kambing, domba dan babi. Indonesia termasuk salah satu negara yang dinyatakan sebagai negara yang bebas PMK.

Sebenarnya wacana membangun Pulau Karantina, bukanlah sesuatu yang baru. Menurut  Prof. Dr. Drh. Sofyan Sudarjat,  Direktur Jenderal  Peternakan periode 1999- 2003 dan juga  pernah menjabat sebagai Plt. Kepala Badan Karantina, bahwa pada era Presiden Abdurrahman Wahid  telah muncul wacana ini.

Timbulnya wacana membangun Pulau Karantina karena pada saat itu ada beberapa pihak yang menginginkan  impor sapi indukan  dari negara yang statusnya tertular Penyakit Mulut dan Kuku  (Foot and Mouth Disease ).  Namun setelah dibahas  dari aspek teknis dan  aspek finansial maka wacana membangun  Pulau Karantina tidak diteruskan.

Menurut   Prof. Dr. Drh.  Sofyan Sudarjat dan Dr. Drh. Tri Satya Naipospos, untuk membangun Pulau Karantina selain membutuhkan dana yang sangat besar juga memerlukan persyaratan teknis yang sangat  sulit dan membutuhkan kehati-hatian.  Bahkan Prof. Dr. Drh Sofyan Sudarjat menyatakan bahwa  jarak dengan pulau lain yang terdapat hewan berkuku genap  minimal 100 kilometer. Ini mengingat bahwa virus PMK itu juga disebut  airborne disease  dapat menjangkau tempat lain via udara lebih dari 100 kilometer.  Persyaratan teknis lain adalah  Pulau Karantina  harus memiliki  dermaga sendiri dan kapal pengangkut khusus sapi, yang dalam operasionalnya tidak boleh  secara bebas singgah di pelabuhan  lain, kecuali dari pelabuhan asal dan langsung ke dermaga Pulau Karantina.

Hasil kajian dari Tim Kajian Investasi Pembangunan Pulau Karantina Sapi Indukan juga menyebutkan  secara ringkas tentang persyaratan teknis  untuk membangun Pulau Karantina. Secara  finansial, Tim menyatakan bahwa untuk investasi  membangun Pulau Karantina  dengan kapasitas 5000 ekor dan kalkulasi di tahun 2018 dibutuhkan  dana sekurang-kurangnya   Rp697 miliar.  Selanjutnya setelah dilakukan pengkajian  dengan memperhitungkan biaya operasional,  hasil analisis cashflow usaha sapi indukan di Pulau Karantina  pada tahun pertama  B/C Ratio  0,10 dan di tahun ke 10 adalah –7,70.  Angka ini memberi indikasi bahwa Pulau Karantina akan menjadi cost center dan membutuhkan dana pemerintah yang tidak kecil untuk operasionalisasinya.

Pertimbangan Segi Ekonomi

Salah satu tujuan pembangunan  Pulau Karantina  adalah membuka lebih besar kesempatan meningkatkan populasi sapi yang berarti meningkatkan produksi daging sapi. Kalau saat ini impor daging per tahun sekitar 250 ribu ton,  dan apabila setiap ekor sapi menghasilkan daging sekitar 150 kg,  maka volume impor daging sapi per tahun, setara dengan sekitar  1,66 juta ekor sapi. Bukan jumlah yang kecil.

Pada sisi lain kapasitas  Pulau Karantina  dibangun untuk kapastas 5.000 – 10.000 ekor per tahun sapi indukan, yang nantinya setiap  satu setengah tahun menghasilkan sapi  maksimum 10 ribu ekor.  Menjadi pertanyaan apakah cukup layak antara biaya  untuk membangun dan mengoperasionalkan Pulau Karantina dengan  harapan peningkatan produksi daging sapi dibandingkan  dengan  impor daging sapi ?

Akankah Terealisir?

Pembangunan Pulau Karantina mengandung aspek sebagai suatu  keputusan politik. Pertama karena merealisir pasal 36 D UU No. 41 Tahun  2014 Tentang Perubahan UU No. 18 tahun 2009. Kedua,  telah menjadi  keputusan  dalam Rapat Terbatas  yang dipimpin Presiden Jokowi pada tanggal 6 Juni 2017.  Saat ini kita telah memasuki tahun 2021 dan negara kita sedang didera oleh Covid -19.Dalam hasil Kajian  Investasi  Pembanguna n Pulau Karantina  Sapi Indukan, disebutkan bahwa tindak lanjutnya  antara lain :

Pertama,  bahwa di akhir 2018,  Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) tentang  Pulau Karantina  telah ditetapkan  menjadi Peraturan Pemerintah. Dalam hal ini menjadi tanggung jawab Sekretariat Kabinet. Menjadi pertanyaan apakah saat ini telah diterbitkan Peraturan pemerintah dimaksud?

Kedua, bahwa   di tahun 2019 telah disusun  rencana anggaran  pembangunan Pulau Karantina dan menjadi tanggung jawab Kementerian Pertanian. Apakah sudah direalisir ?

Ketiga, identifikasi dan penetapan  pulau sebagai  Pulau Karantina di tahun 2019. Apakah sudah dilaksanakan?   Ini menjadi tanggung jawab Badan Karantina .

Keempat, tahun 2020 telah ada penetapan Pulau Karantina dan Sarana Pendukungnya  dalam bentuk Perpres.  Apakah sudah direalsir? Ini menjadi lingkup tugas Sekretariat Negara.

Masih banyak lagi tindak dari berbagai aspek untuk pembangunan  Pulau Karantina ini.  Tentunya kita tidak ingin kerja Tim Kajian  Investasi Pembangunan  Pulau Karantina  Sapi Indukan  yang dibentuk oleh Kementerian Pertanian sia-sia.  Sebagai suatu keputusan politik, harus ada ketegasaan dari pemerintah  untuk kelanjutannya.

Menurut penulis, mengingat  proses yang  sangat kompleks dan  konsekuensi  pembangunan Pulau Karantina  yang butuh biaya tinggi,  maka untuk meningkatkan populasi  sapi, lebih baik ditempuh dengan tindakan dan kebijakan pencegahan pemotongan sapi  betina produktif. Studi yang dilakukan oleh Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran menyatakan, bahwa pemotongan sapi betina produktif mencapai sekitar satu juta ekor per tahun.

Mengutip tulisan Dr. Drh. Tri Satya Naipospos  di salah satu surat kabar, saat ini beberapa negara dengan berbagai pertimbangan telah menutup  operasional  Pulau Karantina yang mereka bangun.  Kita tentunya tidak ingin Pulau Karantina yang dibangun, akhirnya juga menjadi monumen.

Hal lain  yang perlu dicatat, bahwa apabila pengguna jasa Pulau Karantina adalah pengusaha swasta  yang akan bergerak di bidang breeding sapi  dan kemudian dalam kalkulasi mereka  akhirnya tidak menguntungkan, maka mereka pasti akan memilih untuk  tidak melakukan  bisnisnya. Lain halnya apabila Pulau Karantina  akan digunakan sendiri oleh  Pemerintah untuk implementasi programnya maka  tidak ada masalah, karena  didukung dengan APBN dan tidak perlu memikir untung rugi.

(Pernah dimuat di Investor Daily, 8 Oktober 2021)

One thought on “Pulau Karantina : Menunggu Kepastian

  1. Diantara Pemotongan Betina Produktif yg dijumpai di hampir diseluruh RPH, Hal yg lebih tragis lagi adalah dijumpai Betina Bunting yg ikut menjadi korban para Jagal…
    Berapa ekor betina Bunting dari 1 juta betina produktif yg dipotong???

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *