Sapi Lebaho Ulaq – Versi Cansas

Seorang pengusaha sedang mengembangkan bisnis sapi potong di Kalimantan Timur, khususnya di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kecamatan Muara Kaman, Desa Lebaho Ulaq. Investasi ini merupakan Penanaman Modal Asing (PMA) dari Amerika Tengah (Cansas).

Marcus, nama panggilan peternak tersebut, memiliki minat beternak sejak kecil, menjadi modal utama bagi pengembangan usaha sapi potong di daerah terpencil Kalimantan Timur. Nama sebenarnya adalah Marcus Levi Schmucker. Keunikan nama panggilan ini memudahkan komunikasi dengan karyawan, yang sebagian besar adalah orang pribumi atau masyarakat Kutai di sekitar lokasi usaha.

Sapi potong memiliki potensi besar di Kalimantan Timur, yang selama ini mendapatkan pasokan dari luar daerah, termasuk Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Marcus melihat ini sebagai peluang bisnis yang sangat baik. Rencana besar dari PT. Usaha Bijak Borneo (nama perusahaan saat ini) adalah memenuhi kebutuhan daging di Kutai Kartanegara dan Kalimantan Timur terlebih dahulu, dengan mengembangkan sekitar 1000 ekor sapi.

Usaha pembiakan sapi potong jenis Sapi Bali sedang dikembangkan dengan menggunakan model pastura dan pindah-pindah lokasi menggunakan kandang pagar listrik. Niat Marcus didukung oleh keluarganya yang pindah ke Indonesia, termasuk Miss Angie dan enam putra putrinya: Alice, Cassie, Louis, George, Annie, dan Lucy.

Lahan yang digunakan awalnya milik Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, yang sebelumnya dikelola oleh UPTD Sapi Bali. Lahan seluas 276 ha telah disepakati untuk dimanfaatkan oleh PT. Usaha Bijak Borneo sebesar 70 ha melalui MoU. Meskipun ada keleluasaan dalam pemanfaatan seluruh lahan, perusahaan mempertimbangkan kapasitasnya dan membuat perjanjian selama 3 tahun dengan fleksibilitas untuk memperluasnya di masa mendatang.

Ketika memulai usaha, lahan belum siap menjadi padang penggembalaan. Persiapan lahan untuk digunakan memerlukan upaya dan biaya yang cukup besar. Pengembangan usaha sapi potong dimulai sekitar 1,5 tahun yang lalu, hanya beberapa saat sebelum Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) menyebar di Indonesia. Proyek ini langsung terpukul oleh PMK, menyebabkan kematian banyak sapi. Ayah dari Alice, Marcus, mengalami kebangkrutan karena sapi yang dibeli dari Provinsi NTB tertular PMK.

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Kutai turun tangan melakukan vaksinasi PMK dan Lumpy Skin Diseases (LSD). Upaya lain dilakukan dengan tidak menggunakan lahan sebelumnya dan menunda pemeliharaan ternak untuk sementara waktu. Meski biosekuritas ketat belum diterapkan, lokasi dianggap terbuka.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, keluarga ini berbelanja di pasar tradisional terdekat, yaitu pasar Lebaho Laq. Lokasi yang cukup jauh dari kota membuat mereka hanya berbelanja ke Samarinda atau Balikpapan pada waktu tertentu.

Pengalaman traumatis dengan PMK membuat Marcus ragu-ragu untuk memulai kembali. Namun, pada akhir November 2023, mereka mulai memasukkan kembali indukan sapi setelah kondisi lebih stabil. Sebelum menikah, Marcus sudah memiliki lahan yang cocok untuk berbagai ternak, tetapi sempit dan terbatas oleh hujan.

Informasi tentang Kalimantan Timur diperoleh dari teman, dan bersama manajer hubungan kerja sama, Martin, mereka sangat menyukai kondisi di sana. Selain mengembangkan pembiakan sapi potong, Marcus juga bermimpi untuk mengembangkan sapi potong jenis Angus yang tahan terhadap kondisi tropis. Meskipun jenis sapi ini masih baru, Marcus berharap mendapatkan kemudahan dalam impor bibitnya. Kendala besar saat ini adalah perizinan usaha yang dianggap rumit, terutama terkait status dan fungsi lahan. Meskipun lahan yang digunakan adalah milik pemerintah, kendala muncul ketika mengurus izin di dinas pertanahan karena status lahan yang disebutkan saat ini dimiliki oleh perusahaan lain. Ahas, bagian legal perusahaan, berharap mendapatkan bantuan fasilitas dalam proses perizinan PMA, sehingga PT. Bijak Borneo dapat menjalankan usahanya dengan lebih tenang. (is)

*Artikel telah diterbitkan pada Majalah Fokus Hilir (Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan), ditulis oleh Idha Susanti, S.Pt, M.M (Analis Kebijakan Ahli Madya, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *