JAKARTA, ISPINews. Mengatasnamakan peternak ungags, Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Indonesia (PPRN), Alvino Antonio menggugat perbuatan melawan hukum kepada Presiden RI dan Menteri Pertanian RI ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. PPRN menuntut ganti rugi sebesar Rp5,4 triliun. Gugatan tersebut sudah didaftarkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan nomor 227/G/TF/2021/PTUN.JKT pada Jumat (24/9). Gugatan diajukan karena kedua tergugat dinilai tidak melaksanakan tugas dan kewajiban dalam memberikan perlindungan kepada petani/peternak mandiri atau rakyat dengan baik.
Padahal, menurut Alvino, tugas sudah tertuang dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Karena tidak melaksanakan tugas, berarti telah melakukan perbuatan melanggar hukum.
Selain tuntutan ganti rugi, Alvino juga meminta Pengadilan untuk menginstruksikan kepada Menteri Pertanian untuk menyediakan sarana dan prasarana produksi peternakan serta menindak dan memberikan kepastian usaha kepada petani/peternak melalui jaminan pemasaran hasil pertanian/peternak. Juga, melakukan stabilisasi harga komoditas pertanian, menghapus praktik ekonomi biaya tinggi, mengganti rugi gagal panen akibat kejadian luar biasa, seperti kondisi pandemi covid-19, serta memberi asuransi pertanian/peternakan ketika peternak mengalami kerugian akibat harga jual yang rendah. “Pemerintah berkewajiban mengutamakan produksi pertanian dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional, melalui pengaturan impor komoditas pertanian sesuai dengan musim panen dan/atau kebutuhan konsumsi dalam negeri,”.
Alvino juga menuntut Syahrul agar membatasi impor ayam indukan untuk menghindari over supply live bird (ayam hidup). Tindakan pembatasan ini untuk menciptakan stabilitas harga komoditas, terutama menjaga penurunan harga pada saat panen raya sehingga petani/peternak mendapatkan keuntungan. “Jaminan pemasaran merupakan hak petani untuk mendapatkan penghasilan yang menguntungkan. Jaminan dapat diberikan melalui pembelian secara langsung, penampungan hasil usaha tani, dan/atau pemberian fasilitas akses pasar”, jelas Alvino.
Menteri Pertanian juga diminta untuk membatasi impor ayam indukan/GPS sesuai kebutuhan yang belum bisa dicukupi oleh produksi dalam negeri, memberi perlakuan dan akses pasar yang sama antara peternak mandiri dan integrator dalam fasilitas kuota impor GPS. Juga menerapkan lindung nilai produk pertanian/peternakan sebagai strategi bisnis untuk melindungi nilai komoditas hasil pertanian/peternakan dari risiko penurunan harga. “Kami tetap akan berjuang, hingga tuntutan kami dipenuhi. Saat ini, kami sedang menunggu proses selanjutnya, semoga tidak perlu menunggu lama”, ungkan Alvino kepada ISPI News (27/9).