Agribisnis Sapi Potong Skala Menengah, Solusi Lampung Lumbung Ternak

Dr. Ir. Erwanto, M.S. (Dosen FP Unila, Anggota ISPI)

Hari Jum’at 19 Juni 2020 untuk ke sekian kali Mentan Syahrul Yasin Limpo melakukan kunjungan kerja ke Lampung. Sepertinya Mentan berharap banyak terhadap kontribusi Provinsi Lampung terhadap peningkatan kemandirian pangan nasional.

Kunjungan Mentan kali ini nyaris bersamaan dengan setahun kepemimpinan Gubernur Arinal Djunaidi. Ada hal yang menarik, pada kunjungan kali ini media massa seolah sepakat mengekspos peran Lampung sebagai lumbung ternak nasional.

Secara nasional memang Indonesia menghadapi masalah defisit produksi daging sapi yang terus meningkat. Kementan mengestimasi defisit daging sapi tahun 2020 bakal mencapai 294,62 ribu ton (Republika.co.id 23 Desember 2019). Angka ini hampir setara dengan 1,5 juta ekor sapi potong yang berbobot 430 kg/ekor. Padahal tahun 2019 angka defisit masih sekitar 281,68 ribu ton. Kementan sangat serius mencermati masalah ini, sehingga Lampung dengan potensi yang dimiliki diminta melakukan akselerasi peningkatan perannya sebagai lumbung ternak nasional.

Apabila dicermati Provinsi Lampung memiliki daya dukung sumberdaya yang ideal untuk terus didorong menjadi kawasan padat ternak atau sentra produksi ternak sapi potong. Potensi tersebut mencakup SDM, kelembagaan, basis populasi, pakan, infrastruktur bisnis ternak, pasar, dan lain-lain. Sebagai bumi agribisnis dan sentra agroindustri potensi pakan ternak di Lampung luar biasa, bahkan sebagian besar pakan dikirim ke luar daerah (Sumatera & Jawa). Meskipun basis populasi sapi potong Lampung yang saat ini sekitar 819 ribu ekor dinilai masih jauh di bawah kapasitas tampung daerah, yang pernah diestimasi mampu menampung lebih dari 1,5 juta unit ternak.

Untuk meningkatkan kinerja Lampung sebagai lumbung ternak sapi nasional tentu bukan pekerjaan sederhana. Banyak hal mendasar terkait dengan agribisnis sapi potong yang harus ditangani serius. Percepatan peningkatan populasi sapi potong harus ditunjang oleh ketersediaan sapi bibit/indukan unggul; perbaikan kinerja reproduksi; perbaikan pasokan nutrisi ternak; inovasi teknologi pakan dan budidaya; pengelolaan kesehatan ternak; permodalan dan asuransi; penguatan kelembagaan petani; dan lain-lain.

Semoga beberapa aspek tersebut selalu dipertimbangkan dengan cermat dalam kemasan program pembangunan peternakan.

Menurut BPS (ST2013) lebih dari 97,5% populasi sapi potong nasional berada di peternak rakyat dengan rataan kepemilikan 2-3 ekor/peternak. Pada sisi lain di Lampung beroperasi 12 perusahaan besar penggemukan sapi potong dengan total kapasitas kandang sekitar 117 ribu ekor. Populasi sapi potong Lampung sebesar 819 ribu ekor ternyata tersebar di dua kutub ekstrim tersebut. Sangat langka bisnis sapi potong yang masuk ke skala menengah (100 – 1000 ekor). Dalam struktur agribisnis komoditas kondisi seperti ini sering disebut sebagai missing in the middle (bolong di tengah). Padahal bisnis sapi potong skala menengah sangat responsif terhadap proses inovasi teknologi. Sudah saatnya pemerintah juga mulai mendorong munculnya bisnis-bisnis sapi potong berskala menengah di Lampung.

Agribisnis sapi potong skala menengah memang harus didukung oleh SDM yang berkualifikasi entrepreneur. Karena itu perlu upaya khusus untuk mencetak calon entrepreneur agribisnis sapi potong, yang dapat dilakukan melalui inkubator bisnis. Sudah saatnya pemerintah berinisiatif mengembangkan kerjasama (partnership) dengan perusahaan feedlotter yang kooperatif untuk mewujudkan “inkubator bisnis sapi potong”.

Melalui sarana inkubator bisnis dapat dikembangkan program pelatihan, praktik, dan magang bisnis sapi potong bagi calon entrepreneur dan start-up bisnis potensial. Tenant inkubator bisnis dapat diprioritaskan bagi generasi muda potensial dari desa yang kelak dimungkinkan mendapat dukungan pembiayaan start-up bisnis dari perbankan atau dana desa.

Pesan khusus Presiden ketika melantik Gubernur Lampung setahun lalu dan harapan Menteri Pertanian tentang peningkatan kinerja Lampung sebagai lumbung ternak, sebetulnya cukup realistis untuk secara bertahap ditunaikan. Kita berharap terus muncul ide atau gagasan baru untuk menumbuhkan agribisnis sapi potong skala menengah yang sangat prospektif. Harus ada inisiatif menggalang partisipasi stakeholders peternakan guna bersinergi membangun agribisnis sapi potong, termasuk memfasilitasi transformasi sebagian usaha sapi potong rakyat menuju agribisnis sapi potong skala menengah. Atau mungkin ISPI perlu menginisiasi diskusi yang mengarah pada penyusunan blue print skema agribisnis sapi potong skala menengah yang ideal.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *