Ekspor Domba 2018: Sebuah Catatan untuk Pemerintahan ke Depan

Keberhasilan Jawa Timur melakukan ekspor domba ke Malaysia dengan pengiriman perdana Agustus 2018 telah membuka mata semua stakeholder di Indonesia. Bahwa potensi dan peluang dalam peternakan domba kambing (doka) di Indonesia dalam titik yang paling cerah. 

Bagaimana tidak? dengan kebutuhan sekitar 5.000-10.000 ekor Jantan perbulan merupakan harapan baru bagi semua peternak di Indonesia umumnya, serta membangun optimisme bahwa usaha peternakan doka menjanjikan. Bahwa selanjutnya pengiriman pun ada yang menggunakan pesawat terbang, laiknya pengiriman dari negara maju, tentu kita patut berbangga hati karena inilah pertama kalinya kita melakukan ekspor perdana doka dengan menggunakan pesawat terbang cargo. Euforia yang sudah ada ini harus kita jaga seutuhnya. 

Media dalam maupun luar negeri memberitakan bagaimana kemampuan Indonesia sebagai negara eksportir domba dan kambing yang memotong jalur pasar dari Australia dan New Zealand. Tentu kita harus berbangga hati dengan pencapaian ini dan euforia di dalam maupun luar, dan tetap harus dijaga momentum ini agar menjadi energi dalam pembangunan peternakan ke depan, khususnya peternakan doka. 

Euforiaekspor ini juga langsung melanda seluruh peternak di Jawa Timur bahkan Jawa Barat dan Jawa tengah, hampir semua peternak bersemangat dalam pembangunan atau perluasan kandang dan mendaftar sebagai peternak mitra eksportir, euforiaini pun menjadi permainan para spekulan di Jawa Timur atau yang biasa disebut belantik. Harga doka bakalan naik hampir 60% sesuatu yang merupakan sebuah kewajaran dengan adanya euforiaini akan tetapi tentu saja kurang menguntungkan bagi semua pihak, baik itu peternak mitra maupun eksportir itu sendiri, karena tentu saja harga yang tinggi akan membuat eksportir kesulitan dalam persaingan harga dengan negara kompetitor. 

Banyak peluang yang dihasilkan dari keberhasilan ekspor domba kita ke Malaysia, baik yang menggunakan pesawat maupun melalui kapal laut ataupun jalur darat. Banyaknya pemberitaan secara massif baik media dalam negeri maupun luar negeri seakan menegaskan bahwa Indonesia mampu bersaing dalam percaturan eksportasi pangan dalam hal ini hewan hidup, yang satu tahun yang lalu mimpi untuk hal ini pun seakan sulit. Brunei Darussalam dan Singapura berlomba untuk mendapatkan pasokan domba dan kambing dari Indonesia, belum lagi wilayah Timur Tengah yang tengah dimulai melalui ekspor domba Priangan di l November yang lalu ke negara Uni Emirat Arab.
 

Kenapa hal tersebut bisa dilakukan? Berita yang ramai beredar saat ini dalam peternakan dunia adalah tentang penghentian eksport Australia ke negara-negara di Asia, baik itu Asia Tenggara maupun negara di Asia Timur Tegah atau Arab. Hal tersebut tidaklah mengejutkan mengingat cerita tentang kematian domba-domba Australia yang hampir 4.500 ekor ketika akan diekspor ke Qatar di kawasan Timur tengah, tentu saja ini menjadi pukulan telak bagi Australia yang terkenal sangat ketat dalam penanganan kesejahteraan hewan (animal welfare) dan juga negara pengekspor utama dalam dunia peternakan, baik itu sapi maupun domba kambing. 

Hal ini tentu saja sudah lama diamati oleh kami yang berada di Inkopmar Cahaya Buana (www.inkopmarcb.com) karena hal tersebut merupakan blessing in disguise untuk peternakan dalam negeri kita dalam melakukan mimpi eksportasi. Pertama yang dijajaki adalah Malaysia, dengan kontrak sebanyak 60ribu ekor dalam setahun, tentu ketika pelaksanaannya dengan kapal dan pesawat merupakan sebuah kebanggan besar bagi negara kita bisa melakukan eksportasi dalam dunia peternakan, hal yang tadinya terlihat mustahil bagi peternakan di Indonesia.

Pengiriman dengan pesawat terbang bukan juga tanpa sebab, selain karena masih sulitnya mencari moda transportasi laut ke Malaysia kami juga berpikiran ini bisa menjadi kampanye yang positif lagi meluas sehingga dapat menimbulkan trust bukan hanya di Malaysia akan tetapi sasaran jauhnya dalah negara di Timur Tengah, bahwa Indonesia bisa melakukan eksportasi dengan memperhatikan efisiensi waktu dan memperhatikan kesejahteraan hewan, hal yang tentu saja biasa melekat pada negara Australia. 

Dan prediksi ini ternyata terbukti setelahnya, kurang dari 2 bulan setelah pengiriman terakhir ke Malaysia, permintaan dari Uni Emirat Arab datang dengan permintaan dari jenis domba lain yang biasa kami kirimkan. Kali ini domba Garut yang menjadi permintaan dengan jumlah sekitar 300 ekor per 2 bulan dengan pengiriman menggunakan pesawat terbang. Tentu saja ini merupakan pintu emas bagi peternakan Indonesia untuk mengenalkan produk peternakannya ke Timur Tengah, UEA yang merupakan pasar terbesar untuk doka di dunia tentu saja merupakan kampanye yang bagus dalam upaya kita mengirimkan pesan bahwa dunia peternakan kita sudah mulai siap dalam melakukan eksportasi doka, baik secara populasi, kualitas dan ekspedisi pengiriman. 

Lalu apa setelah ini? Memang seharusnya ada langkah lanjutan dari pemerintah terkait hal ini, tidak cukup hanya berbangga hati dengan hanya pencapaian ini, akan tetapi harus melakukan terobosan-terobosan lain yang seharusnya bisa membangun dan membawa peternakan doka menjadi industri peternakan. 

Potensi karkas dan daging domba pun sebetulnya sangat potensial dengan harga yang sangat bersaing dengan negara lain semisal Australia dan New Zealand. Hanya kendala yang ada adalah tidak adanya rumah potong hewan pemerintah berstandar internasional di Indonesia. Inilah yang harusnya ditangkap oleh pemerintah kita, bangun secepatnya RPH standar internasional dan kerjasamakan penggunaannya dengan pihak eksportir. Kalau tidak dilakukan dari sekarang, tentu ekspor daging dan karkas untuk domba hanya tinggal angan-angan semata. 

Persoalan dengan ekspor ini juga menimbulkan banyak kekhawatiran tentang jumlah populasi yang akan semakin berkurang, padahal umumnya sebelum ekspor ini yang dimasalahkan adalah marketyang tidak ada, akan tetapi sebetulnya hal ini bisa disisasati dengan melakukan bantuan betina bunting dan inseminasi buatan kepada doka produktif peternak binaan eksportir, dan hal ini juga sebenarnya sudah disampaikan oleh pihak eksportir kepada kementrian pertanian. Tinggal bagaimana kementrian menindaklanjuti masukan eksportir tersebut. 

Tentu kita bisa bayangkan dengan penggemukan jantan yang kurang lebih hanya 40 hari saja (hampir seperti industri ayam), peternak sudah bisa mendapatkan panen, ini yang menyebabkan peternakan domba ke depan akan menjadi industri peternakan yang dibangun secara modern, bukan lagi secara tradisional. Bagaimana proses penggemukan domba itu sendiri sudah 100% tanpa rumput (zero grass) yang membuat jauh lebih efisien dan efektif. Hal ini juga bisa tercapai dengan tidak melupakan kemitraan dengan pihak eksportir dalam pembinaan peternak peternak di daerah, karena eskportir inilah yang menjadi marketing penjualan peternak-peternak binaan tersebut hal ini, harus dilakukan secara sinergis tanpa saling curiga di antara stakeholdesterkait, baik itu eksportir, asosiasi maupun dinas-dinas peternakan daerah ataupun Kementrian terkait.

Hal tersebut harus secepatnya dilakukan agar momentum ekpor ini tidak hanya menjadi angin sesaat yang seakan menyejukan tanpa gerak lanjut dari stakeholderterkait. Dengan momen kontestasi Pilpres, Ini pula yang harus diketahui oleh 2 calon Presiden/Wapres agar menjadikan ekspor dalam bidang peternakan yang merupakan prestasi besar bisa menjadi prioritas Pemerintahan ke depan, karena merupakan arus baru pembangunan ekonomi Indonesia yang menyentuh langsung ke masyarakat.

Demikian, semoga Peternak Sejahtera Indonesia Jaya. Harun Al Rasyid, S.IP (Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi Kerbau Indonesia (PPSKI) Jawa Barat; Wakil Ketua Komite Tetap Industri Peternakan dan Kemitraan Kadin Pusat).