PELUANG PENYEDIAAN BIBIT LOKAL AYAM PEDAGING DI INDONESIA
Prof. Dr. Sc.Agr. Ir. SUYADI, MS. IPU
Dekan Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang
Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan performans dan efisiensi usaha ayam pedaging sangat dipengaruhi oleh mutu bibit ayam yang digunakan untuk budidaya. Kemajuan breeding pada ayam pedaging untuk mendapatkan bibit unggul telah mengalami kemajuan yang sangat pesat sehingga menghasilkan bibit komersiil yang memuaskan untuk dibudidayakan oleh peternak atau perusahaan peternakan komersiil dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan daging ayam.
Pentingnya untuk meningkatkan laju genetic dalam budidaya ayam pedaging dapat dibuktikan dalam suatu kurun waktu yang masih dalam ingatan kita dimana semenjak 4 dekade terakhir telah dicapai kemajuan genetic yang luar biasa. Pada awal tahun 1980an sebagian besar ayam bedaging budidaya mencapai bobot badan 1,8 – 2 kg diperlukan waktu tumbuh sekitar 65 hari, pada pertengahan dan akhir tahun 1980an sudah lebih singkat yaitu sekitar 45 hari untuk mencapai bobot yang sama, tahun 1990an untuk mencapai bobot potong saya sama diperlukan waktu sekitar 40, tahun 2010an sampai saat ini, ayam pedaging di tingkat peternak bisa mencapai bobot panen yang sama hanya diperlukan waktu pemeliharaan sekitar 30 – 32 hari. Dan kini, para pemulia dituntut untuk menhasilkan umur panen ayam pedaing di tingkat peternak hanya diperlukan waktu sekitar 25 hari.
Fakta tersebut membuktikan kepada kita betapa pentingnya makna mutu genetic bibit ayam untuk bisa menghasilkan suatu system budidaya yang efisien dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Betapa besar nilai dana yang bisa dihemat oleh para pengusaha dan peternak dengan semakin pendeknya usia ayam sampai siap panen yang bisa dicapai saat ini. Namun perlu diingat bahwa keberhasilan untuk menampilkan performans yang maksimal perlu didukung oleh lingkungan dan system pemeliharaan, pakan dan ditunjang oleh kesehatan ternak.
Peternakan ayam pedaging baik skala rakyat dan industri mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama pada tahun-tahun terakhir. Perkembangan ini tentu juga dikarenakan juga terjadi peningkatan yang pesat tingkat konsumsi (daya beli) masyarakat, yang tahun 2019 diproyeksikan mencapai 3,69 juta ton. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut tentunya diperlukan jumlah ayam komersial (Final Stock), Parent Stock dan Grand Parent Stock (GPS) yang selalu meningkat dari tahun ke tahun, dan tahun 2019 diproyeksikan jumlah impor GPS sebesar 787.000 ekor yang diperuntukkan untuk semua (14) Perusahaan Pembibitan Ayam di dalam negeri.
Dengan melihat data kebutuhan di dalam negeri tersebut, menunjukkan begitu besarnhya jumlah GPS yang harus dipenuhi di dalam negeri dan hal ini tentu merupakan pasar yang luas bagi perusahaan pembibitan.
Indonesia memiliki sumber daya genetic ayam local yang sangat banyak untuk bisa dikembangkan menjadi ayam komersial. Setelah konsumen dibanjiri dengan daging ayam ras yang melimpah maka sebagian arah daging ayam local, sehingga saat ini issue ayam local menjadi topik menarik untuk dibahas dan dikembangkan. Saat ini di Indonesia juga sudah banyak dibudidayakan ayam local hasil persilangan antara ayam kampung jantan dengan induk ayam petelur Final Stock. Tentunya ayam hasil silang akhir ini belum bisa dikategorikan sebagai program pembibitan ayam yang merupakan galur tersendiri ditinjau dari aspek breeding.
Dengan melihat potensi sumberdaya genetic yang ada, iklim, sumber daya manusia , sumberdaya alam dan pasar yang tersedia, maka sebenarnya memungkinkan Indoenesia untuk mengembangkan breed atau galur ayam pedaging berbasis sumber genetic local. Namun perlu didukung oleh regulasi perbibitan dan iklim kerja semua stakeholders yang berkaitan dengan program pembibitan.
*Pemikiran dalam pembahasan FGD 12 Desember 2019 SEKJEN PB ISPI