PEMBIBITAN AYAM PEDAGING
Dr. Ir. Heni Indrijani, S.Pt., MSi., IPU
Dewan Pakar Pengurus Cabang ISPI JABAR 1
Pembangunan sektor peternakan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat dan swasta. Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap ketersediaan produk peternakan yang cukup, sedang swasta dan masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan seluas-luasnya dalam mewujudkan kecukupan produk peternakan, dapat berupa melaksanakan produksi, perdagangan dan distribusi produk ternak.
Peternak ayam Broiler pernah mengalami keterpurukan, tetapi pada tahun 1980-an bisa bangkit ketika pemerintah mencanangkan mengganti protein hewani sumber dari ruminansia menjadi unggas. Ini menunjukan peran pemerintah dalam bidang regulasi dapat berdampak pada perkembangan ayam broiler, tetapi Pemerintah akan sulit jika berdiri sendiri untuk pembentukan breeder broiler di Indonesia tanpa menggandeng BUMN yang strategis.
Maraknya ragam asosiasi ini harus bisa ditangkap seluruh pihak sebagai sebuah pesan optimistik agar selalu bersemangat, bekerja keras dan bekerja cerdas mewujudkan pembangunan perunggasan yang ideal. Asosiasi yang diperlukan diantaranya adalah asosiasi sarana produksi, pengusaha nasional, dan peternak daerah atau peternak budidaya
Peternakan unggas secara garis besar terbagi atas dua macam yaitu peternakan komersial dalam berbagai skala usaha dan peternak tradisional (non komersial). Hampir semua peternak komersial memelihara ayam ras (broiler dan petelur), dan sebaliknya hampir semua peternak tradisional memelihara ayam kampung. Peternak komersial secara fungsional terbagi atas peternak pembibitan (breeder) sebagai penghasil bibit/benih dan peternak budidaya sebagai penghasil ayam siap potong dan telur konsumsi (walaupun dalam prakteknya sebagian besar breeder juga berfungsi sebagai peternak budidaya).
Keunggulan ayam broiler antara lain pertumbuhannya yang sangat cepat dengan bobot badan yang tinggi dalam waktu yang relatif pendek, konversi pakan kecil, siap dipotong pada usia muda serta menghasilkan kualitas daging berserat lunak. Perkembangan yang pesat dari ayam ras pedaging ini didukung oleh semakin kuatnya industri hilir seperti perusahaan pembibitan (Breeding Farm) yang memproduksi berbagai jenis strain.
Mutu genetik yang baik akan muncul secara maksimal apabila ayam tersebut diberi faktor lingkungan yang mendukung. Breeder menyadari keuntungan yang lebih jika memelihara dengan single purpose karena program seleksinya lebih terfokus dan efisien. Seleksi dilakukan secara sederhana melalui metode mass selection berdasarkan karakteristik bobot badan individu saja, yaitu dengan memilih ayam jantan dan betina dengan bobot terbesar. Sekitar 20 – 40% sifat dapat terkontrol dengan seleksi sederhana ini.
Sistem seleksi di tingkat broiler pembibit juga mulai berkembang pada tahun 1980an – 1990an. Teori indeks seleksi berdasarkan performans keluarga yang dilakukan pada tahun 1970an dikembangkan menjadi metode seleksi dengan BLUP (best linear unbiased prediction) berdasarkan performans individu dan keluarga sehingga dapat diketahui bagaimana suatu sifat berkaitan satu sama lain. Seleksi yang dilakukan terus menerus diikuti dengan inovasi untuk menggabungkan siat-sifat unggul dan mengeliminasi sifat-sifat yang kurang menguntungkan.
Kondisi industri peternakan ayam potong (broiler) rakyat dan Mandiri, belakangan ini semakin memprihatinkan. Kondisi itu disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari tingginya biaya sarana produksi akibat naiknya harga bibit ayam (day old chicken/DOC) dan harga pakan, kelebihan produksi (oversupply) ayam broiler di pasaran, terutama akibat dibanjirinya pasar oleh produk dari perusahaan peternakan terintegrasi, serta diikuti oleh lemahnya permintaan di tingkat konsumen.
Di samping keunggulan tersebut, ternyata hewan ayam broiler memiliki sisi kelemahan terutama yang terkait dengan kesehatan dan tingkat sensitivitas terhadap penyakit. Hal tersebut timbul akibat tingkat stres yang lebih tinggi sebagai kompensasi pertumbuhan yang terlalu cepat.
Hewan ayam broiler diperbanyak dan dipelihara secara industrial. Terdapat dua level budidaya hewan ayam broiler, level pertama budidaya indukan (parent stock) dan anak ayam (Day Old Chicken, DOC). Level ini biasanya dilakukan oleh industri-industri besar. Dan level kedua adalah pembesaran, biasanya dilakukan oleh peternak-peternak skala kecil hingga menengah.
Pada level pertama, diperlukan keahlian khusus (R & D) yang ditunjang peralatan canggih (molecular). Di Indonesia sendiri sementara ini, kegiatan tersebut hanya dilakukan beberapa perusahaan besar saja. Budidaya hewan ayam broiler pada level ini bertugas menjaga dan memperbaiki kualitas strain. Hasilnya berupa DOC yang didistribusikan kepada petani-peternak untuk dibesarkan.
Dari waktu ke waktu setiap strain mengalami peningkatan kualitas. Jadi, tidak bisa dikatakan jenis strain tertentu lebih unggul dari strain lain. Ada yang lebih unggul ke arah daya tahan, FCR, adapula yang lebih focus ke kualitas karkas dll. Dimungkinkan juga untuk dikembangkan strain ayam lokal sebagai unggas pedaging. Sama seperti yang terjadi di awal perkembangan ayam Broiler di dunia, tetapi waktunya akan sangat lama.
Kesimpulan
Industri pembibitan broiler di Indonesia memungkinkan untuk diwujudkan dengan berbagai pertimbangan, diantaranya yaitu :
- Organisasi yang menyelenggarakan pembibitan harus memiliki SDM (Genetisist) yang handal dan modal yang kuat karena RnD biayanya cukup mahal.
- Organisasi ini bisa berupa gabungan dari pemerintah dan breeder.
- Pemerintah harus mengawal dalam hal kebijakan untuk mempertahankan keberlangsungan program pembibitan, karena program pembentukan bibit broiler membutuhkan waktu yang lama.
- Seleksi untuk mendapatkan PS, harus dilakukan dengan sangat ketat berdasarkan performans individu dan keluarga menggunakan BLUP yang dilengkapi informasi mengenai sisi molekulernya.
Saran
Apapun program yang dibentuk, ditujukan untuk kesejahteraan peternakan secara keseluruhan.
*bahan Tulisan disampaikan dalam FGD 12 Des 2019 SEKJEN PB ISPI