Sex dan Gender di Kalangan Hewan Ternak (Analisis Populer)

Disusun oleh: M. Chairul Arifin

Sex dan gender adalah dua pengertian yang berbeda. Meminjam istilah atau pengertian sex dan gender tersebut pada manusia, maka sebenarnya kedua pengertian tersebut berlaku pula atau dapat dianalogikan pada dunia hewan dan ternak. Serupa tapi tidak sama. Tetapi bukan berarti sama persis, hanya prinsip-prinsipnya dapat dianalogikan. Kalau pengertian sex mungkin sama persis tapi untuk gendernya perlu di modifikasi- kan lagi.

Pengertian Sex

Sex, diartikan sebagai pembagian dua jenis kelamin yang pada manusia laki-laki dan perempuan yang dapat dibedakan secara biologis yang juga berkaitan dengan bentuk fisik dan fungsionalnya, mulai dari kromosom, hormon dan bentuk organ reproduksinya. Misalnya saja laki dan perempuan akan memiliki organ reproduksi yang berbeda dilihat dari luar maupun dalam. Ini karakteristik sex primer. Sedangkan karakteristik sex sekunder adalah karakteristik yang terjadi karena adanya perkembangan dari sex primer.

Sama persis dengan dunia ternak. Tapi disebutnya jantan dan betina. Kalau pada manusia perempuan yang memiliki payudara dan pinggul yang banyak timbunan lemaknya misalnya, maka pada ternak juga demikian. Pada jenis yang betina akan memiliki ambing susu tempat anak-anaknya menyusu. Penis ada pada laki-laki dan rudimenter pada perempuan yang pada hewan ternak jelas terlihat karena tubuhnya yang selalu telanjang sehingga perbedaan bentuk dan ukurannya mudah di identifikasi. Perkembangan dari sex primer ke sex sekunder ini pada manusia muncul pada usia pubertas. Demikian juga pada hewan. Sehingga sering kita saksikan anak kucing yang tadinya masih menyusu pada induknya beberapa bulan kemudian sudah minta kawin dengan mencari pasangannya.

Gender

Bagaimana dengan aspek gendernya ? Menurut definisi yang umum diterima, gender adalah persepsi masyarakat pada peran, perilaku, ekspresi dan identitas baik laki dan perempuan. Sehingga dipersepsikan perempuan itu hanya urusan masak, menyusui mengasuh anak dan berbagai urusan domestik lainnya, sedangkan laki-laki urusan mencari nafkah dan pimpinan rumah tangga. Namun seiring dengan bergulirnya jaman muncul aspek kesetaraan gender. Laki-laki dapat menggantikan tugas dan peran wanita atau sebaliknya. Kini wanita dapat mencari nafkah dan laki-laki dapat memasak dan mengasuh anak. Demikian juga wanita dapat menjadi pimpinan. Yang membedakan laki dan perempuan hanyalah menstruasi, hamil dan menyusui anak. Selebihnya tergantung peran masing-masing.

Didunia hewan ternak, karena hasil rekayasa genetik dan seleksi yang cukup lama oleh manusia maka para pakar telah mampu menciptakan peran baru dari ternak tersebut walaupun hal ini melawan kodrat dan hak asasi ternak tersebut. Secara alami dan naluriah hewan ternak betina itu dapat menghasilkan telur atau susu walaupun dibiarkan bebas dialam lewat perkawinan alami ( natural mating ). Tapi hanya dengan rekayasa genetik dan proses seleksi oleh manusia, dapat terjadi gender yang baru yang memaksa seekor ayam betina tanpa perkawinan itu dapat bertelur dan berproduksi terus sehingga telur yang dihasilkannya tinggi produksi walau infertil. Susu sapi dengan produksi tinggi dihasilkan tanpa perkawinan alami tapi dengan kawin suntik (artificial insemination). Produksi yang tinggi dihasilkan dari hanya ujung insemination gun yang telah diisi oleh jenis sperma beku pejantan unggul lain yang entah asalnya dari antah berantah. Sama halnya untuk menghasilkan daging, yang penting produksinya tinggi.

Istilah gender sejatinya ada pada hubungan peran perempuan dan laki di masyarakat. Tapi kalau di dunia peternakan dan kesehatan hewan tentunya peran kedua gender tersebut akan berlangsung secara naluri alamiah. Hanya karena hewan ternak tersebut dapat di rekayasa maka gender pada makhluk ini pun dapat direkayasa juga. Semestinya makhluk ini seperti sapi misalnya, dapat kawin secara alami tetapi ditipunya pula dengan alat vagina buatan yang dibuat sama temperaturnya dengan vagina asli dan disediakan betina yang berfungsi hanya sebagai ‘dummy” untuk memancing si jantan agar mau menaiki si betina. Di tengah gairah yang memuncak si jantan yang sudah siap ber- copulasi tiba-tiba dihadang dengan vagina buatan sebagai tempat masuk dan menampung penis si jantan untuk ejakulasinya me- muncrat- kan sperma unggulnya. Memang dalam rangka peningkatan bibit dan produksi cara ini sangat bermanfaat. Dari satu ekor pejantan unggul dapat “mengawini” ratusan ekor betina secara serentak. Bandingkan kekuatannya bila kawin secara alami yang berkisar paling banyak 20 ekor. Jadi pandangan gender untuk hewan ternak itu untuk peningkatan produksi dan kemaslahatan umat manusia. Manusia berpikir bagaimana caranya dengan segala macam teknologi yang dimilikinya dapat “mengeksplorasi” sumberdaya alam termasuk hewan ternak dengan cara yang baik dan tidak mengganggu kehidupan ekosistem alam.

Di dalam Undang-undang tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan No. 18 Tahun 2009 telah dikatakan bahwa hewan adalah binatang atau satwa yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di darat, air dan udara, baik yang dipelihara maupun di habitatnya. Sedangkan hewan peliharaan adalah hewan yang hidupnya sebagian atau seluruhnya bergantung pada manusia untuk maksud tertentu. Baru kemudian ternak yang disebut sebagai hewan yang telah didomestikasi dan dibudidayakan oleh manusia dan produknya diperuntukkan sebagai penghasil pangan , bahan baku industri, jasa, dan hasil ikutannya yang terkait dengan pertanian.

Dampak Gender Pada Ternak

Terus ternak itu dalam hubungan gendernya bagaimana ? Maka ternak ayam ras pedaging yang paling sial. Ternak ini sama sekali tidak pernah merasakan kawin antar sesamanya. Dasar manusia selain merekayasa ayam pedaging menjadi tidak pernah kawin dari sejak umur sehari dan sudah dilihat diteropong pantatnya untuk dilihat jantan betinanya. Sudah begitu umurnya pun dibatasi hanya sampai 45 hari. Sesudah “wafat” pun masih diberi julukan yang serem2 misalnya ayam tangkap, ayam jerit ekstrem, ayam tembak, ayam geprek, ayam glosor, ayam gepuk dan sederet nama masakan lainnya.

Kesialan kedua adalah pada ternak sapi. Walaupun rasio jantan dewasa dan betina dewasanya sangat ideal sekali yaitu 1: 3 ternak ini pun diminta kawin secara artificial. Jadi dikawin suntik lewat sperma yang telah dibekukan. Untunglah menurut data BPS masih dilaporkan adanya kawin alam yang memungkinkan sapi ada peluang mencium veromon yang ada di alat kelamin sapi betina yang lagi berahi. Adanya pelaksanaan UPSUS SIWAB ( Upaya Khusus Sapi Betina
Wajib Bunting) yang mengintensifkan kawin suntik itu disisi lain merupakan “bencana” besar bagi sapi kita. Sehingga pantaslah keheranan seorang “dokter hewan Amerika” yang menanyakan kenapa sapi di Indonesia itu tampak lesu tidak semangat seperti di negara saya ?

Ternak yang sedikit bahagia adalah ternak kuda, kambing, domba dan babi. Selain rasio jantan dewasa dan betina dewasa berkisar 1:3, ternak ini lebih banyak diberikan peluang kawin secara naluriah jauh dari rekayasa. Sehingga ternak ini boleh lega rasanya tanpa intervensi teknologi. Namun Domba perlu waspada karena manusia terus berupaya meng-cloning ternak ini.

Yang paling berat adalah ternak itik. Rasio jantan dewasa dan betina dewasanya adalah 1: 12. Maka pantaslah ternak itik itu selalu berlarian kesana kemari cari pejantan yang ideal sambil mengeluarkan bunyi yang khasnya untuk berebut pejantan. Akibatnya induk itik tidak bertanggung jawab, tidak mengerami dan bertelur dimana mana.

Kawin paksa

Masih di unggas, ayam buras atau ayam kampung malah “disiksa” disuruh kawin paksa lagi sesudah mau mengeram dengan dimandikan berkali kali supaya nafsu naluri mengeramnya hilang dan siap dikawinkan lagi oleh pejantan sang arjuna. Padahal secara hormonal mungkin belum siap, asal bertelur saja dengan memperpendek serta menghilangkan naluri alamnya mengeram dan mengasuh anaknya. Bagi mereka ini mesin tetas dianggapnya sebagai “momok”.

Akhirnya penderitaan menimpa kerabat ayam juga yaitu ayam ras petelur yang seumur hidupnya diminta bertelur terus-terusan dan setiap harinya diambil tanpa permisi dan tidak sempat menikmati bulan madu perkawinan.

Transgender

Didunia kerajaan hewan dikenal juga hewan yang transgender. Hermaprodite pada hewan-hewan tertentu dalam arti memiliki dua jenis kelamin dapat terjadi. Atau ada pula jenis hewan jantan yang melahirkan anak. Misalnya pada hewan ikan kuda laut yang jadi simbol Pertamina dulu, itu memiliki kantong di tubuhnya tempat menyimpan telur-telur si betina yg telah dibuahi. Diberinya makanan dan unsur-unsur kekebalan pada jabang bayinya yang kemudian “dilahirkannya” pada waktunya dari mulutnya. Kasus-kasus transgender, intersex dan berganti kelamin itu biasa terjadi pada jenis hewan tertentu.

Nabi Sulaiman

Akhirnya barisan pengadu ternak pada Nabi Sulaiman yaitu Nabi yang tahu isi hati hewan, maka ternak terdepan yang protes adalah ayam ras petelur, ayam ras pedaging dan ternak sapi dan kerbau yang berjalan tertatih. tatih, kata cerita sahibul hikayat.

Selamat WFH
(M. Chairul Arifin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *