Di era digital saat ini, telah terjadi perubahan mekanisme pasar, yang memporak porandakan pasar konvensional. Perubahan pola transaksi tukar fisik barang menjadi uang cashyang penuh dengan resiko, kini, berubah menuju pembayarannon tunai(cashless)melalui sistem aplikasi digital. Perubahan ini, telah pula mengubah tatanan perekonomian. Konsumen dan produsen dimanjakan, pedagang antara (middle man) rantainya dipotong, sistem transaksi dimudahkan, pembayaran aman, kualitas barang terjaga, keuntungan berlipat-lipat dan banyak lagi manfaat lainnya. Konsumen maupun produsen menerima harga pangan yang terjangkau dan relatif lebih murah, jika dibandingkan dengan era sebelumnya.
Teknologi digital, ternyata telah mampu pula mewujudkan terbukanya informasi pasar, sehingga terbentuk pasar yang transparan dan berkeadilan. Di dalam pasar yang berkeadilan dan transparan itulah terdapat efisiensi, sehingga semua pelaku bisnis menikmati keuntungan sesuai dengan yang mereka lakukan.
Pasar virtual
Konsep digitalisasi, pada dasarnya membuka informasi selebar-lebarnya tentang harga maupun komoditi pangan, baik sarana produksi dan kebutuhan atau dimana permintaan itu berada, dengan segala infrastrukturnya. Keterbukaan atau transparansi inilah, yang membuat iklim usaha menjadi kondusif dan produktif. Bagaimana menciptakan perpaduan antara produsen dan konsumen serta stakeholderyang terlibat menjadi suatu kesatuan sistem. Konsep inilah yang diramu oleh para computer programmer dalam sistem perdagangan tertutup sebagai pasar virtual.
Pasar virtual atau online shopdihasilkan oleh kegiatan e-commerce, yang selama ini terus bertumbuh. Penjualan barang dan jasa secara on-line,menyumbang lebih dari sepertiga total pertumbuhan penjualan ritel di Amerika Serikat pada tahun 2015, demikian pula di negeri ini. Konsumen berbondong-bondong bertransaksi dengan harga yang relatif lebih murah di toko online dibandingkan dengan pasar konvensional.
Ciri dari pasar virtualadalah transaksaksinya transparan, dilakukan secara online, pembayaran umumnya dilakukan dengan cara cashlesssebagian besar dengan CBD (cash before delivery), ada juga yang bersifat COD (cash on delivery) dan jarang sekali yang bersifat TOP (term of payment).
Operasionalisasipasar virtualyang dikendalikan, biasanya terjadi sebagai berikut. Konsumen, produsen dan stakeholderlainnya dalam satu kawasan tertentu, saling tukar informasi atas kebutuhannya, yang diikat dalam suatu sistem perdagangan baku (pasar tertutup) oleh perusahaan start-up. Dimana, kebutuhan konsumen dapat dipenuhi oleh produsen dan distributor, konsep ini menganut prinsip end to end.
Untuk komoditi pangan strategis (termasuk di dalamnya komoditi pangan hasil ternak), perusahaan start-upnya, dapat dikoordinasikan oleh BULOG yang bekerja sama dengan MBN (Mitra Bumdes Nusantara) di tingkat nasional. Sementara di tingkat desa, dapat dilakukan melalui BUMDESa.
Keterlibatan lembaga finansial (Perbankan sebagai Fintech) pun, turut memberikan andil kuat untuk menghindari terjadinya kegagalan transaksi. Pasalnya, seluruh anggota pasar virtualtercatat dan terdaftar (by name by addres).
Dalam sistem ini, infrastruktur pendukung berupa gudang dan sistem transportasi menggunakan prasarana dan sarana yang ada di sekitar kawasan pasar virtual. Melalui pola ini, perusahaan-perusahaan start-upyang didukung oleh bisnis offlinenya, mampu menciptakanstandarisasi harga pangan komoditi hasil ternak, yang sesuai dengan harga acuan pemerintah. Sementara itu, pasar-pasar konvesional diberi perannya sebagai distributor pasar virtual, sehingga diharapkan pasar virtual ini, dapat digunakan sebagai pengendali harga pangan khususnya komoditi peternakan. Dalam implementasinya, harus mampu dihindari dampak negatif yang mungkin akan terjadi. Semoga. Rochadi Tawaf ((Dewan Pakar PB ISPI dan Peneliti Senior LSPPI). IT & Media ISPI