Potret Investasi Peternakan

Investasi merupakan salah satu konsentrasi pemerintahan era Joko Widodo dalam membangun perekonomian nasional. Investasi memiliki posisi strategis dalam pertumbuhan dan pembangunan perekonomian suatu negara. Perkembangan investasi memberikan dampak luas (multiplier efek) terhadap upaya memacu pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja dan pembangunan ekonomi yang inklusif dan akhirnya sampai dengan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pendapatan perkapita.

Demikian juga dengan investasi peternakan. Semakin tinggi investasi peternakan, maka pertumbuhan ekonomi di subsektor peternakan akan semakin tinggi. Lapangan kerja yang akan tumbuh akibat meningkatnya investasi juga semakin luas dan dampaknya pendapatan para peternak akan semakin meningkat.

Bagaimana dengan realisasi investasi peternakan?

Realisasi investasi peternakan meliputi investasi dari Penanaman Modal Asing (PMA), yaitu investor berasal dari luar negeri dan Penanaman Modal Dalam negeri (PMDN), yaitu investor berasal dari pengusaha-pengusaha lokal. Selain itu, ada investasi yang dilakukan oleh pemerintah, yaitu investasi dengan menggunakan dana pemerintah.

Jika kita melihat kembali data realisasi investasi subsektor peternakan yang berasal dari Kementerian Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sejak tahun 2018 tidak dipublish tersendiri tetapi subsektor peternakan tergabung dalam Tanaman Pangan, Perkebunan dan Peternakan. Sejak tahun 2018 total realisasi investasi subsektor peternakan mengalami fluktuasi dan selama periode 5 (lima) tahun terakhir tercatat realisasi tertinggi dicapai pada tahun 2020, yaitu mencapai 2,9 trilliun rupiah dan tahun 2021 sebesar 2,6 trilliun rupiah.

Realisasi investasi peternakan dibandingkan dengan realisasi investasi pertanian pada tahun 2021 sebesar 6,2% dan sampai dengan triwulan II tahun 2022 mencapai 6,8%. Sementara itu, jika dibandingkan dengan realisasi seluruh sektor pada tahun 2021 sebesar 0,6% dan sampai dengan triwulan II tahun 2022 mencapai 0,2%.

Jika dirinci berdasarkan sumber investasi PMA dan PMDN, maka tergambarkan bahwa investasi PMA mengalami penurunan signifikan dan cenderung rendah. Akan tetapi, investasi PMDN cenderung meningkat sangat signifikan. Berikut data realisasi investasi PMA dan PMDN selama 5 (lima) tahun terakhir.

Perkembangan Realisasi Investasi Subsektor Peternakan

Secara total (PMA dan PMDN) investasi subsektor peternakan mengalami penurunan yang cukup drastis pada tahun 2019, tetapi mulai meningkat di tahun 2020. Sementara itu, tahun 2021 mulai mengalami penurunan lagi. Harapan besar investasi subsektor peternakan kembali meningkat pada tahun 2022. Sampai dengan triwulan II tahun 2022 realisasi tercatat mencapai 84% dibandingkan dengan realisasi total pada tahun 2021.

Jika dilihat secara rinci, terjadi perubahan yang sangat signifikan. Sebelum tahun 2019 realisasi investasi PMA mendominasi, tetapi sejak tahun 2019 sampai dengan triwulan II tahun 2022 investasi PMDN sudah melewati realisasi investasi PMA.

Komoditas apa pada subsektor peternakan yang paling menarik investor?

Perkembangan realisasi investasi subsektor peternakan terbesar selama 5 tahun terakhir didominasi oleh komoditas perunggasan, baik PMA maupun PMDN. Secara total sumbangan komoditas unggas setiap tahunnya berturut-turut adalah 65% (Rp1,606 T) tahun 2018, 77% (Rp1,240 T) tahun 2019, 94% (Rp2,750 T) tahun 2020, 77% (Rp1,957 T) tahun 2021 dan tahun 2022 sampai dengan triwulan II mencapai 79% (Rp1,660 T). Terlihat realisasi tahun 2020 mencapai angka tertinggi, yaitu 94%. Hal ini menunjukkan bahwa investasi bidang perunggasan mempunyai daya tarik yang sangat besar bagi investor.

Setelah komoditas perunggasan, realisasi terbesar berikutnya adalah komoditas sapi dan kerbau. Secara total sumbangan komoditas sapi dan kerbau setiap tahunnya adalah 31% (Rp761 M) tahun 2018, 20% (Rp322 M) tahun 2019, 6% (Rp160 M) tahun 2020, 20% (Rp512 M) tahun 2021 dan tahun 2022 sampai dengan triwulan II mencapai 21% (Rp443 M). Capaian realisasi terendah komoditas sapi terjadi pada tahun 2020, yaitu 6% dan pada tahun yang sama realisasi komoditas unggas mencapai 94%. Realisasi komoditas lainnya, yaitu babi, kado dan jasa peternakan lainnya berkisar 3-4% kecuali tahun 2020 dan di pertengahan tahun 2022 sebesar 2%.

Mengapa investor banyak tertarik dengan komoditas ayam ras broiler dan layer?

Data realisasi investasi subsektor peternakan dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa kontribusi perunggasan tidak pernah dibawah 50%. Hal ini menunjukkan bahwa subsektor perunggasan paling menarik bagi investor, baik PMA maupun PMDN. Setelah dilihat lebih rinci, jenis perunggasan yang menyumbang nilai investasi besar adalah pembibitan dan budidaya ayam ras broiler dan layer. Banyak perusahaan asing menanamkan investasi di bidang breeding ayam broiler dan layer serta budidaya komersial ayam ras broiler.

Berdasarkan hasil pengumpulan informasi dari para pelaku usaha ketika sedang memproses perizinan usaha, saat ditanyakan dan ditawarkan untuk usaha di bidang selain perunggasan mereka belum mempunyai keyakinan terhadap bidang usaha komoditas peternakan lainnya. Mereka sangat memahami bahwa usaha bidang perunggasan di Indonesia memiliki fluktuasi harga yang sangat tinggi, tetapi tidak menurunkan minat mereka untuk tetap membuka usaha baru di bidang perunggasan di Indonesia. Selain disumbang dari pelaku usaha baru terlihat dari data laporan bahwa perkembangan realisasi investasi banyak didukung dari perluasan usaha oleh para pelaku usaha perunggasan yang sudah berjalan lama di Indonesia. Hal ini menggambarkan seberapa besar menariknya usaha di bidang perunggasan.

Pelaku usaha menyampaikan bahwa periode waktu usaha ayam ras paling cepat sehingga perputaran modal juga lebih cepat, meskipun memiliki resiko usaha dengan fluktuasi harga yang tinggi. Di samping itu Indonesia memiliki pasar yang sangat bagus untuk ayam ras baik daging ayam ras dan turunannya serta telur ayam ras.

Dimanakah lokasi yang paling menarik investor?

Berdasarkan data realisasi lokasi investasi diperoleh informasi bahwa di Pulau Jawa 68,1%, Pulau Sumatera 25,7%, Pulau Bali Nusa Tenggara 1,5%, Pulau Maluku Papua 1,1 % dan Pulau Kalimantan 1%. Mayoritas realisasi investasi subsektor peternakan ada di Pulau Jawa, meskipun diketahui bersama bahwa lahan yang ada di pulau ini untuk pengembangan peternakan sudah terbatas. Akan tetapi, hal tersebut tidak mengurangi minat para investor untuk melakukan penanaman modal atau perluasan usaha di pulau ini. Hal ini disampaikan bahwa investor sangat memerlukan ketersediaan infrastruktur mulai dari jalan, fasilitas umum bandara dan pelabuhan, listrik serta air dalam mengembangkan usahanya. Fasilitas-fasilitas tersebut yang sudah banyak tersedia adalah di Pulau Jawa. Disampaikan juga bahwa jika investor menanam modal di lokasi yang belum ada fasilitas pendukung tersebut maka investor harus menyiapkan investasi khusus yang tentunya akan memerlukan investasi besar dan jangka waktu lama untuk kembalinya. Penambahan investasi khusus ini yang membuat para pelaku usaha enggan untuk mengambil kesempatan tersebut. Selain ketersediaan berbagai fasilitas tersebut, masalah ketersediaan tenaga kerja dan keamanan juga suatu hal yang sangat penting bagi para investor untuk melakukan penanaman modal di suatu tempat.

Apa upaya pemerintah dalam meningkatkan daya tarik investor pada bidang peternakan?

Sampai saat ini realisasi investasi subsektor peternakan masih sangat rendah. Pemerintah telah melakukan berbagi upaya untuk mendorong adanya peningkatan investasi subsektor peternakan. Berbagai upaya tersebut, antara lain:

  1. Penyusunan potensi dan peluang investasi peternakan Buku Karpet Merah Investasi Usaha Peternakan berisi informasi tentang berbagai potensi pengembangan peternakan untuk berbagai komoditas. Berbagai potensi peternakan, seperti sumber pakan, ketersediaan infrastruktur, lokasi dan tenaga kerja. Selain itu, juga diinformasikan berbagai peluang investasi dari masing-masing komoditas mulai dari permintaan pasar sampai dengan dukungandukungan kebijakan melalui fasilitasi insentif.
  2. Fasilitasi pendampingan koordinasi investasi Pendampingan dilakukan mulai dari proses koordinasi dengan daerah serta penyampaian informasiinformasi yang dibutuhkan oleh calon investor baik itu regulasi maupun potensi dan peluang usaha komoditas peternakan.
  3. Fasilitasi pendampingan perizinan berusaha Investor dalam melakukan perluasan usaha maupun usaha baru akan melalui proses perizinan yang selama ini dianggap merupakan hal besar yang harus dihadapi olehnya. Melalui fasilitasi ini akan diberikan pendampingan kepada pelaku usaha untuk mempermudah proses perizinan usaha yang harus dilengkapi sesuai dengan regulasi yang ada.
  4. Penyediaan informasi investasi peternakan Berbagai informasi yang diperlukan oleh calon investor atau investor difasilitasi, meskipun sampai saat ini masih banyak hal belum disediakan, seperti e pro komoditas. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan melalui Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan berusaha menyediakan informasi per provinsi sesuai dengan konten pada e pro, meskipun belum dapat dikategorikan sebagai e pro. Saat ini sudah tesedia informasi, antara lain dari Provinsi Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Jawa Barat, Lampung, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Tahun depan diharapkan tersedia informasi dari Provinsi Sulawesi Tenggara dan Kalimantan Selatan yang memiliki potensi dan peluang investasi besar di bidang peternakan tetapi belum tertuangkan dalam buku informasi investasi peternakan.

Hal lain yang belum optimal dilakukan adalah promosi investasi. Selama ini hanya dilakukan bersama-sama ketika ada moment promosi perdagangan.

Bagaimana potensi investasi subsektor peternakan?

Indonesia memiliki potensi pengembangan usaha peternakan cukup tinggi, mulai dari sapi potong, sapi perah, kambing domba sampai dengan sarang burung walet. Wilayah Indonesia dengan sistem kepulauan memiliki potensi lahan pengembalaan ternak yang cukup luas terutama di Indonesia Timur. Iklim tropis yang dimiliki Indonesia juga mendukung berkembangnya peternakan di Indonesia. Kebutuhan terbesar usaha peternakan pada proses produksi adalah pakan dan Indonesia memiliki potensi sumber pakan yang luar biasa. Potensi tersebut berasal dari suburnya lahan yang disebabkan banyaknya gunung berapi di Indonesia dan limbah pertanian yang merupakan sumber pakan yang melimpah setiap tahunnya. Selain itu, Indonesia memiliki tenaga kerja di bidang pertanian cukup tinggi sehingga hal ini menjadi daya dukung pada usaha peternakan yang tidak bisa kita kesampingkan.

Bagaimana peluang investasi subsektor peternakan?

Peluang usaha peternakan terbesar di Indonesia adalah sapi perah. Sebelum adanya wabah PMK, Indonesia tergantung dengan impor bahan baku susu sebesar 78%, tetapi setelah mewabahnya PMK pasti impor melonjak lebih besar lagi dengan turunnya produksi susu segar dalam negeri yang diakibatkan turunnya populasi induk laktasi dan produksi susu induk laktasi pasca penyakit PMK. Tingginya kebutuhan tersebut merupakan peluang besar bagi investor untuk mengembangkan populasi sapi perah dalam negeri yang selama ini masih jauh dari kata cukup.

Komoditas kedua yang memiliki peluang besar setelah sapi perah adalah kambing dan domba (kado). Saat ini Indonesia memiliki permintaan kebutuhan kado untuk ekspor cukup tinggi, tetapi para pelaku usaha kado masih belum dapat memenuhi kuota tersebut karena jumlah populasi yang masih jauh dari cukup. Hal ini disebabkan selain memenuhi kebutuhan ekspor, para pelaku juga harus memenuhi kebutuhan dalam negeri yang cukup tinggi baik keperluan sehari hari meliputi kebutuhan akikah dan sate kambing yang memiliki pasar tersendiri maupun kebutuhan tahunan, yaitu hari raya kurban. Tingginya permintaan tersebut belum diimbangi dengan populasi yang tinggi sehingga terjadi kekurangan pemenuhan. Kondisi ini merupakan peluang besar bagi para investor untuk dapat menanamkan modalnya di Indonesia.

Komoditas selanjutnya adalah sapi potong. Sama halnya dengan sapi perah, saat ini Indonesia tergantung dari impor untuk pemenuhan kebutuhan daging sapi baik dipenuhi dengan impor daging dan turunannya maupun sapi bakalan serta sapi bibit. Angka impor sapi tidak sebesar impor bahan baku susu, kurang lebih setiap tahunnya Indonesia masih impor sebesar 40%. Hal ini merupakan peluang besar para pelaku usaha untuk mengembangkan usaha baik itu penggemukan sapi, pembesaran maupun pembibitan sapi.

Peluang pengembangan sapi potong dan sapi perah mendapatkan insentif dari pemerintah berupa tax allowance. Hal ini juga merupakan peluang besar yang dapat dimanfaatkan oleh para pelaku usaha untuk dapat menanamkan modalnya di Indonesia dan didukung dengan potensi wilayah yang baik.

Disusun oleh: Idha Susanti, S.Pt, M.M (Analis Kebijakan Ahli Muda, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan)

Artikel sebelumnya sudah terbit pada Buletin Fokus Hilir Volume 1, Nomor 3, Desember 2022.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *