USAHA PEMBIAKAN SAPI KOMERSIAL

Paul Boon (Strategic Advisor IACCB)

Masih dalam rangka menyampaikan informasi berkaitan dengan pengembangan ternak sapi di lahan sawit, kerjasama publikasi antara PB ISPI dan IACCB, berikut ini tulisan ringkas sekiranya dapat disimak oleh sahabat ISPI.

Usaha penggemukan sapi dapat menghasilkan pendapatan setiap 90-120 hari sejak sapi mulai digemukkan hingga dijual. Sedangkan usaha pembiakan sapi memiliki fase jeda setidaknya satu tahun sejak dimulai agar dapat menghasilkan anak sapi, dan umumnya membutuhkan waktu 3 tahun – untuk menghasilkan sapi bakalan atau produk yang siap dipasarkan, sebelum memperoleh pendapatan. Dapat dikatakan bahwa usaha pembiakan sapi merupakan sebuah investasi jangka panjang. Biaya produksi pedet (anak sapi) di Indonesia relatif mahal bila dibandingkan dengan biaya produksi pedet di Australia bagian utara. Untuk itu pedet sebaiknya dibesarkan hingga usia bakalan agar mendapatkan imbal hasil yang menguntungkan.

Di Indonesia, sapi sapihan yang berumur tiga bulan biasanya membutuhkan waktu 14 hingga 24 bulan untuk mencapai bobot 320 kg. Akan tetapi, proses penggemukan sapi bakalan dapat dilakukan dengan biaya yang lebih murah di Indonesia daripada di Australia utara, karena ketersediaan limbah pertanian (by-products) dengan harga yang relatif murah, yang dapat digunakan sebagai pakan ternak. Bahkan bilamana ditambahkan komponen biaya transportasi, importasi dan keuntungan penjualan, biaya impor sapi bakalan dari Australia masih setara dengan biaya produksi sapi bakalan lokal yang usahanya dilakukan secara efisien. Usaha pembiakan di Indonesia tergantung pada kemampuan untuk mengelola biaya produksi sapi bakalan agar dapat mencapai penghematan atas biaya mengimpor sapi bakalan dari Australia.

Joko Susilo (Sekjen PB ISPI)

Untuk menjalankan usaha pembiakan di Indonesia, terdapat beberapa model yang potensial. Termasuk di dalamnya: Sistem integrasi sapi – kelapa sawit, biasanya disebut SISKA; sapi merumput secara langsung di lahan perkebunan kelapa sawit yang luas. Sumber vegetasi di bawah kanopi sawit (understorey) untuk penggembalaan di lahan ini tersedia tanpa biaya bagi usaha peternakan sapi. Pakan konsentrat tambahan perlu disediakan untuk sapi indukan yang menyusui dan untuk pemulihan kondisi sapi-sapi indukan, karena kualitas vegetasi di bawah kanopi sawit kurang memadai untuk memenuhi kebutuhan sapi-sapi tersebut. Lahan di pastura terbuka yang sudah diperbaiki juga dapat dikembangkan lagi untuk menambah pastura di perkebunan sawit.

Sistem penggembalaan terbuka (Open Grazing) Dalam sistem ini, sapi dapat merumput di pastura alami yang terbuka atau pastura yang sudah diperbaiki, seperti yang dilakukan di lahan penggembalaan di Australia utara. Sapi dapat merumput sepanjang waktu di lahan-lahan ini atau merumput pada siang hari kemudian dikandangkan pada malam hari. Limbah pertanian (by-product) dan ransum lain dapat diberikan untuk sapi-sapi yang dipelihara sepanjang waktu di lahan penggembalaan atau ketika sapi-sapi berada kandang.

Potong-dan-angkut (usaha ternak skala kecil) dan breedlot (skala besar) Dalam sistem ini, sepanjang waktu sapi- sapi dipelihara di kandang, dengan disediakan pakan hijauan dan konsentrat. Sistem ini digunakan bilamana lahan penggembalaan tidak tersedia. Usaha-usaha pembiakan di kandang (breedlot) berskala besar kerapkali menjadi suatu unit/bagian dari feedlot. Kombinasi dari sistem-sistem di atas dapat menggunakan kombinasi dari sistem-sistem diatas, tergantung pada sejumlah faktor seperti: cuaca, pakan, kondisi ternak dan lain- lain. Misalnya, sapi sapihan (weaner) dan induk sapi yang tidak sedang menyusui (sapi kosong/dry cows) dapat digembalakan di lahan perkebunan sawit, sementara sapi indukan tetap tinggal di kandang untuk mengurangi kematian pedet pada saat curah hujan sangat tinggi. Beberapa usaha ternak kecil hanya menggembalakan sapi sapihan mereka, sementara si induk sapi tetap tinggal di kandang.

Terdapat sejumlah opsi (pilihan) bagi perusahaan peternakan sapi yang tertarik untuk berinvestasi dalam sistem SISKA melalui kemitraan dengan pemilik perkebunan. Opsi ini melibatkan Perjanjian antara perusahaan peternakan dan perusahaan kelapa sawit, baik melalui Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU), atau melalui usaha patungan.

Model-model Kemitraan

Model kemitraan yang paling baik akan diselaraskan dengan kapasitas teknis, keuangan, dan manajemen usaha peternakan sapi, serta aspirasi dan sikap bisnis terhadap berbagai risiko. Setiap model tidak langsung dapat memberikan tingkat potensi kinerja bisnis tertentu. Semua model bisa berhasil jika ada dasar yang kuat dalam hal:

  1. basis keuangan yang tepat
  2. pelaksanaan sistem manajemen kawanan ternak secara efektif, dan
  3. integrasi yang efektif antara unit-unit bisnisnya – sapi/kelapa sawit dalam model SISKA atau penggemukan/pembiakan dalam sistem intensif.
  4. sumber daya manusia yang berkomitmen dan memiliki kemampuan

Prasyarat kemitraan yang ditetapkan untuk menjalin kemitraan berbeda- beda tergantung dari kebutuhan dan prioritas yang ditetapkan para pihak yang bermitra, antara lain:

  • Ketersediaan sumberdaya manusia (SDM) dan pengalaman dalam memelihara ternak, khususnya untuk jenis sapi yang akan dibiakkan.
  • Tata kelola dan komitmen organisasi. Kemampuan memimpin kelompok bagi Ketua, soliditas anggota kelompok dan anggota keluarga berpengaruh terhadap keberlangsungan kemitraan. Apabila kemitraan hanya dilakukan oleh perwakilan kelompok, maka keterlibatan dan pengambilan keputusan akan mempengaruhi proses kemitraan.
  • Kemampuan finansial dan komitmen investasi/modal yang dimiliki yang dialokasikan untuk menjalankan kemitraan (kepemilikan dan luasan kandang, lahan hijauan, modal/aktiva lancar yang siap digunakan dalam jangka waktu tertentu untuk operasional usaha.
  • Ketersediaan sumber pakan dan air yang kontinyu.
  • Kondisi infrastruktur pendukung, misalnya jalan menuju lokasi kandang, sarana transportasi, dll.
  • Keamanan di lokasi kandang, faktor sosial lain dan lingkungan.

Bentuk Pendampingan

Pendampingan untuk memperkuat sumber daya manusia dan kelembagaan antara lain:

  • Peningkatan kapasitas SDM melalui magang, pelatihan dan pendampingan oleh tenaga penyuluh dari pemerintah / pendamping dari perusahaan, studi banding ke kelompok tani lain yang telah berhasil/sukses
  • Mobilisasi dan optimalisasi tenaga ahli profesional dari perusahaan untuk melakukan analisis dan memberikan saran kepada mitra peternak
  • Menyediakan tenaga kerja tambahan
  • Pembinaan tata kelola organisasi dan pengawasan
  • Memperluas jaringan dengan menghubungkan ke pemasok sumber bahan pakan yang murah dan berkelanjutan
  • Monitoring dan pemberian saran untuk proses menuju keberahasilan

Manfaat SISKA

Manfaat besar dari integrasi dengan perkebunan kelapa sawit (SISKA) adalah tidak diperlukannya biaya lahan untuk usaha patungan atau divisi/unit peternakan. Lahan pada umumnya menjadi salah satu kontribusi dari mitra perkebunan. Breedlot dan sistem potong-dan-angkut (cut-and-carry) usaha ternak kecil biasanya juga memiliki lahan untuk kandang sapi, meskipun jarang dari mereka yang menyediakan lahan untuk penggembalaan secara gratis dan mungkin mereka hanya menyediakan area lahan yang terbatas untuk produksi hijauan yang dapat dipotong dan diangkut ke kandang. Model peternakan semi-intensif dan ekstensif umumnya membutuhkan pembelian lahan yang dikhususkan untuk usaha peternakan. Pertimbangan tentang kebutuhan lahan disajikan dalam tabel di bawah ini.

Memulai model SISKA

Dalam menjalankan model SISKA, luasan lahan dan jumlah ternak yang akan dipelihara harus diperhitungkan dengan benar. Hal ini guna menghitung nilai komersialilasi dalam bisnis integrasi yang dilakukan. IACCB bersama mitranya telah menjalankan program bisnis pembiakan siska yang rata- rata dimulai dengan 300 ekor sapi indukan dan 20 ekor sapi pejantan. Untuk perkebunan dengan blok-blok sawit yang memiliki usia tanaman yang bervariasi, dibutuhkan lebih dari 1500 ha lahan vegetasi di bawah kanopi – sawit untuk penggembalaan. Selain itu, pelu juga disediakan setidaknya 30 hektar lahan terbuka dengan pastura yang sudah dikembangkan untuk kelahiran dan penyapihan sapi. Pohon sawit yang sudah tua (atas) dan masih muda (bawah) 20 The Indonesia-Australia Commercial Cattle Breeding Program (IACCB) Manual Usaha Pembiakan Sapi Komersial | (1) Ekonomi pembiakan sapi komersial.

Faktor yang Harus Dipertimbangan dalam SISKA

Apapun model produksi yang digunakan, faktor-faktor utama berikut perlu dipertimbangkan sebelum memulai program pembiakan:

  1. Manajemen Perkebunan. Diperlukan komitmen dari perkebunan dan peternakan untuk melakukan bisnis ini, hal ini agara bisnis sapi dan perkebunan bisa berjalan bersamaan dan saling mendukung satu sama lain. Salah satu quote yang sering disebutkan dalam komitmen ini yaitu kebun adalah tuan rumah dan sapi adalah tamu.
  2. Kompetensi manajemen dan staf. Agar bisa produktif dan mencapai hasil yang optimal, ternak membutuhkan perawatan dan perhatian yang tepat. Untuk mencapai hal tersebut, maka dibutuhkan manajemen dan staf yang berpengalaman. Sebaliknya, kurangnya pengalaman akan meningkatkan peluang kegagalan;
  3. Lokasi. Produksi ternak sapi yang efisien untuk dipasarkan merupakan tantangan berat yang harus diatasi. Apa yang telah Anda capai, bisa menjadi tak berarti karena kurangnya akses ke sumber daya dan pasar. Lokasi peternakan Anda akan sangat menentukan opsi (tujuan pemasaran dan biaya terkait). Peternakan sapi yang berlokasi di luar Pulau Jawa dan Sumatra bisa jadi dapat mengurangi biaya input, namun akan membatasi kesanggupan Anda untuk memaksimalkan pengembalian biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk sapi-sapi Anda;
  4. Ketersediaan hijauan dan sumber pakan lainnya. Seekor sapi betina dewasa dengan berat 400 kg akan mengkonsumsi 40 hingga 50 kg pakan hijauan segar per hari. Pakan berbiaya rendah yang setidaknya memiliki kualitassedang, diperlukan untuk mendorong bisnis pembiakan sapi yang menguntungkan. Umumnya pakan termurah adalah rumput pastura, yang hanya dapat diperoleh jika tersedia lahan berbiaya rendah. Limbah pertanian/perkebunan berbiaya rendah juga dapat dijadikan basis ransum pakan;
  5. Ketersediaan air. Setiap sapi dewasa akan mengkonsumsi hingga 40 liter air per hari. Air harus mudah diakses, entah dari bak penampung atau dari sungai kecil dan parit. Kualitas air harus diperiksa karena polutan dari hulu sungai kadangkala terjadi di Indonesia. Ketersediaan air juga sangat penting selama musim kemarau, karena cuaca yang panas akan meningkatkan kebutuhan air.
  6. Keamanan. Sungguh disayangkan, pencurian ternak, serangan anjing dan kerusakan infrastruktur masih dapat saja terjadi di Indonesia. Pada model potong-dan-angkut (cut-and-carry), risiko keamanan yang dihadapi biasanya rendah, namun untuk peternakan dengan sistem SISKA, risiko ini bisa menjadi tinggi dikarenakan area penggembalaan sering kali berdampingan dengan desa/kampung. Untuk itu sangatlah diperlukan adanya pengetahuan dan kemampuan untuk bekerja sama dengan masyarakat setempat.
  7. Pasar. Pasar untuk sapi yang diproduksi. Lokasi dan skala usaha akan berdampak terhadap akses ke berbagai peluang pasar. Indonesia beruntung karena memiliki permintaan yang tinggi terhadap sapi jantan yang tidak cacat (yang tidak dikebiri – not castrated bulls) untuk hari raya keagamaan tahunan yang penting. Bisa terjadi bahwa produksi perusahaan peternakan komersial di sebuah lokasi terpencil akan melampaui permintaan pasar selama hari raya tersebut. Oleh karena itu, diperlukan adanya akses ke pasar tambahan, agar dapat memasarkan kelebihan produksi sapi pejantan dan sapi-sapi lainnya. Dikaitkan dengan akses ke feedlot dan rumah potong hewan, biaya usaha pembiakan sapi di lokasi yang terpencil cenderung mahal. Sejak dalam tahap perencanaan, pengusaha haruslah mempertimbangkan biaya dan ketersediaan transportasi serta infrastruktur terkait – semisal kapal pengangkut khusus, pelabuhan, fasilitas bongkar muat, kandang penempatan sementara. Bilamana standar kesejahteraan hewan tidak dipatuhi, maka akan terjadi penyusutan bobot badan, cidera, dan kematian yang signifikan.
  8. Produksi ternak adalah bisnis 24 jam. Ternak sapi membutuhkan pengawasan sepanjang waktu, termasuk juga pada hari libur dan hari raya keagamaan. Ternak tidak mengenal liburan!

Faktor-faktor Utama yang Mempengaruhi Kesuksesan Bisnis SISKA

Ada beberapa faktor sukses dalam model usaha SISKA, dalam faktor tersebut tentu harus diperhatikan tahapannya, tahapan tersebut adalah:

  • Dukungan manajemen. Pemilik, manajer dan penyelia (supervisor) harus memiliki antusiasme terhadap produksi ternak agar bisa bertahan saat menghadapi beragam tantangan yang akan muncul. Entusiasme ini termasuk juga komitmen untuk memastikan kesejahteraan sapi-sapi mereka sebagai elemen utama kesuksesan.
  • Memelihara kondisi kawanan sapi indukan. Dengan biaya yang efektif harus menjaga kondisi semua sapi indukan pada BCS ≥2,6. Setiap sapi betina dewasa yang memiliki BCS lebih rendah dari skor tersebut harus segera diberikan ransum pemulihan. Janganlah berdiam diri saat menyaksikan BCS sapi turun! Tindakan yang positif sangat penting untuk mencapai tingkat kebuntingan dan kelahiran yang tinggi.
  • Mencapai tingkat penyapihan setinggi mungkin. Sebagai hasil kebuntingan, penurunan pada tingkat aborsi, lahir-mati (still-births), dan kematian pedet, tingkat penyapihan menjadi penggerak utama untuk keberhasilan awal. Stockmen berperan kunci dalam penanganan masalah kesehatan hewan yang terjadi pada pedet sesegera mungkin, agar tingkat penyapihan yang tinggi dapat tercapai, dari pedet-pedet yang dilahirkan.
  • Meminimalkan biaya pakan indukan tanpa menurunkan BCS. Hal ini biasanya terjadi karena tersedianya pastura dan hijauan yang berkualitas baik, yang dikombinasikan dengan penyediaan pakan konsentrat berbiaya rendah yang bersumber dari limbah pertanian yang tersedia secara lokal.
  • Mencapai pertambahan bobot harian rata-rata (ADG)setinggimungkin untuk sapi sapihan. Tingkat pertumbuhan sapi sapihan dan sapi grower menentukan profitabilitas. Dalam jangka menengah, targetnya harus minimal 0,5 kg per hari, meskipun untuk awalnya mungkin lebih realistis 0,4 kg per hari. Mintalah saran profesional/ahli tentang pengembangan ransum atau suplemen untuk sapi sapihan dan sapi bakalan Anda.
  • Mencapai biaya pertambahan bobot badan yang ditargetkan. Aspek yang terkait dengan tingkat pertumbuhan sapi sapihan, grower dan bakalan adalah pencapaian kenaikan ADG yang ditargetkan dengan biaya ransum serendah mungkin.
  • Integrasi operasional yang sukses. Membangun hubungan kerja yang efisien dengan semua divisi-bisnis secara terpadu. Hal ini sangat penting untuk sistem SISKA, di mana kerja sama dengan bagian/divisi perkebunan sangat penting untuk menopang profitabilitas divisi/unit usaha peternakan.
  • Mengembangkan tenaga kerja yang terampil dan berkomitmen. Staf yang terampil dan berkomitmen akan mengurangi kematian (mortalitas), biaya variabel, menaikkan tingkat penyapihan, pertambahan bobot harian, dan profitabilitas secara keseluruhan. Hal lain yang penting juga adalah terdapatnya pembagian tugas yang jelas antara staf atau anggota di setiap unit operasional.

Untuk lebih lengkapnya, silahkan baca dan unduh manual book dibawah ini. Terima kasih salam ISPI.

IACCB-Manual-EN_Ver.2.0_bahasa-ingris-dikompresi.pdf

One thought on “USAHA PEMBIAKAN SAPI KOMERSIAL

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *