Story from The Field “Small Holder Project: Mematahkan Mitos Sapi Brahman Cross di Petani Kecil”

yaa… ada enak gak enaknya mba, tapi yang penting kami bisa membuktikan omongan orang-orang” sebuah kalimat singkat yang dilontarkan oleh Pak Pardi saat ditanya bagaimana perasaannya setelah memelihara sapi BX setahun terakhir ini.

Pak Supardi, salah satu anggota KPT MS yang bertanggung jawab memelihara indukan sapi-sapi BX di kandang belakang rumahnya. Bagi beliau memelihara sapi bukanlah hal yang baru, beliau sudah 8 tahun berkecimpung di dunia persapian sekala kecil. Berbagai pekerjaan telah digeluti sebelumnya, mulai dari tukang kayu, instalator listrik bahkan memelihara kebun karet, namun dunia persapian merupakan lahan yang sangat menjanjikan ungkapnya setiap kali ditanya mengapa mau menjadi peternak.

“saya sering nonton berita mba, katanya pemerintah butuh daging dan harga daging mahal. Berartikan kalau saya pelihara sapi saya bisa membatu pemerintah ya mba walaupun saya sendiri jarang makan daging”

KPT Maju Sejahtera merupakan salah satu koperasi yang memelihara sapi Brahman dengan keberanian. Bermodalkan pengalaman dalam memelihara sapi lokal secara koloni, membuat mereka yakin bahwa mereka mampu mengembangkan sapi Australia tersebut. Banyak perubahan yang terjadi setelah memelihara sapi BX terutama dengan adanya dampingan dari IACCBP team. KPT mulai paham pentingnya pakan yang baik, peka terhadap kondisi tubuh sapi bahkan sampai perubahan pola pikir dari peternak.

Mengembangbiakkan sapi Brahman Cross sendiri yang dilakukan oleh peternak sekala kecil secara umum bukanlah hal baru di Lampung. Beberapa kelompok ternak di luar KPT sebenarnya pernah mencoba bermitra dengan feedlot-feedlot yang ada di Lampung. Namun, seiring berjalannya waktu dan pola pemeliharaan yang kurang tepat membuat munculnya beberapa isu negatif mengenai sapi BX ini terutama di kalangan peternak kecil. Beberapa isu yang kerap dipercaya oleh peternak kecil yaitu kasus prolapsus yang tinggi pada saat kebuntingan, kurangnya rasa keibuan serta sulitnya untuk mendapatkan anak kedua. Isu-isu ini sebenarnya juga menyebar di kalangan anggota KPT dan masyarakat sekitar. Hal itulah yang menyebabkan sering kali saat ada tamu yang berkunjung ke KPT MS memberi kesimpulan negatif kepada anggota KPT.

“mereka si biasanya bilang halaah.. paling tahun depan sapi-sapinya udah dijual, atau mahal-mahal beli pakan, melihara capek-capek pasti banyak masalahnya itu pak, bahkan sampe ada yang terang-terangan bilang gini mba ini kan enak di kasih sudah bunting semua, paling nanti gak bisa beranak lagi, jual aja lah mumpung masih belum lama meliharanya” tukas salah satu anggota saat ditanya kesimpulan negatif seperti apa yang sering mereka dapatkan.

Bagi anggota KPT sendiri kesimpulan negatif tersebut malah menjadi sebuah motivasi yang membuat mereka yakin bahwa itu semua hanya mitos belaka. KPT MS percaya bahwa jika mereka bisa memelihara dengan baik pasti hasilnya juga akan baik. Hal ini terbukti dengan adanya kerjasama yang telah dengan IACCB dan dengan menjalankan masukan-masukan dari yang diberikan dari IACCB mereka telah membuktikan bahwa semua kesimpulan negatif yang mereka terima hanyalah sebuah mitos belaka.

”Kalau sekarang percaya diri saya tinggi mba, sekarang anak ke-4 sudah mulai lahir sejak kedatangan sapi, selain itu juga sudah banyak anakan yang kita jadikan indukan kembali. dan saya yakin selama kondisi tubuh sapinya bagus, hal-hal jeleknya juga gak ada” ucap Pak Pardi dengan diiringi senyum kebanggaannya.


Video 1. Keseharian Pak Pardi dalam merawat sapi Brahman cross. (video di youtube: https://www.youtube.com/watch?v=hpC1PqquATg)

Walaupun KPT MS telah membuktikan bahwa beberapa kesimpulan negatif yang diberikan masyarakat hanyalah mitos, mereka tidak berhenti sampai di situ saja. Saat ini KPT MS juga masih terus memajukan bisnis pembaikan di Lampung Selatan, salah satunya dipercaya menjalankan program 1000 desa sapi.

Penulis: Team IACCB

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *