Meneropong Tenaga Kerja Peternakan: Tenaga Kerja yang Semakin Menua

Ilustrasi tenaga kerja peternakan (Sumber: Pixabay)

Disusun oleh: Drh. M. Chairul Arifin dan Rina Ade Nurrohmah, S.Si

Di tengah Indonesia memasuki bonus demografi yang artinya orang usia produktif (15-64 tahun) jumlahnya lebih besar dari yang umur non produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas), ternyata tidak demikian halnya di aspek ketenagakerjaan peternakan. Menurut Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) BPS bulan Agustus yang diolah oleh Pusat Data dan Informasi Pertanian (Pusdatin) menunjukkan dari 4,59 juta tenaga kerja peternakan saat ini (2020), ternyata porsi tenaga kerja peternakan yang berumur lebih dari 60 tahun porsinya adalah 24,56%.

Ini berarti dari keseluruhan tenaga kerjanya hampir dapat dipastikan bahwa seperempat berusia tua atau lebih dari 60 tahun. Angka menuanya ini secara konsisten dari tahun demi tahun naik, walaupun terjadi sedikit penurunan di tahun 2017. Simak saja di tahun 2016 porsinya hanya 23,03%, turun sedikit di tahun 2017 yaitu 22,75%, lanjut pada tahun 2018 naik kembali 23,75%. Pada tahun 2019 naik lagi jadi 24,67% dan pada akhirnya tetap di kisaran angka 24% pada tahun 2020.

Apa Artinya?

Angka semakin menuanya tenaga kerja (ageing workforce) pada subsektor peternakan ini menunjukkan bahwa alih generasi tidak terjadi, dan mandek. Boleh dikatakan peternakan belum menarik bagi generasi muda sebagai lapangan usaha pekerjaan. Mungkin fenomena ini terjadi juga di subsektor pertanian lainnya. Mandeknya alih generasi ini ditunjukkan dari tetap stagnannya jumlah tenaga kerja peternakan umur 25-59 tahun yang berada di kisaran kurang dari 3 juta orang setiap tahunnya dari 2016-2020 (kecuali ada kenaikan di tahun 2018 sekitar 3 juta orang).

Implikasi

Menuanya tenaga kerja peternakan ini dapat dipandang pula macetnya berbagai inovasi, penelitian dan aplikasinya di lapangan, karena dengan umur setua itu sudah tak dapat lagi mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk platform digital yang berubah terus. Generasi peternak ini tidak banyak lagi kita harapkan. Bayangkan saja, 83,52% hanya berpendidikan dasar sampai SMP. Mereka ini adalah produk baby boomer yang lahir tahun 1946-1964 dan dari Gen X yang lahir diantara tahun 1965-1980. Tetapi celakanya mereka belum tergantikan oleh generasi Y sebelumnya yang lahir sesudahnya (1981-1996). Akibatnya generasi tua itu semakin bertambah karena generasi sebelumnya melanjutkan terus usaha mereka sementara usianya makin bertambah.

Harapan

Sebersit harapan mulai timbul, yaitu muncul dan lahir Gen Z pada tahun 1997-sampai tahun 2000an, yang dari segi jumlah nampaknya mulai membesar walaupun hanya sedikit kenaikannya dan porsinya paling sedikit sekitar 12%. Gen Zellinial ini seolah olah merupakan tumpuan kehidupan untuk berlangsungnya usaha peternakan. Mereka adalah anak dari “anak petani” yang relatif berpendidikan tinggi dan diharapkan melihat usaha pertanian itu suatu bisnis besar tidak lagi subsisten seperti yang pernah dilakukan oleh orang tuanya. Mereka memandang bahwa pertanian itu adalah usaha agribisnis yang terintegrasi dari segmen hulu sampai pengolahan dan pemasaran.

Disinilah kita akan melihat akan terjadi perubahan mendasar. Anak-anak yang serba ingin tahu ini dengan hanya menenteng laptop dan smartphone. Dengan jiiwa kritis dan inovatif, kreatif berbisnis melalui berbagai platform digital yang merombak skala usaha pertanian dengan skala subsisten jadi skala ekonomi. Akan terjadi alih generasi ketenaga kerjaan peternakan dari generasi X dan baby boomer menuju generasi Y dan generasi Z dengan damai. Semoga.

Jakarta, 31 Desember 2021
Drh. M. Chairul Arifin
Rina Ade Nurrohmah, S.Si

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *